SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS – Keinginan warga Gereja Maria Assuumpta untuk berdoa di tempat lain di luar gereja, mendorong Romoniku Jumari dan Ngadi Susilo melakukan samadi selama tiga hari tiga malam.
Ketika itu adalah tahun 1985. Pada hari ketiga, tepatnya malam Jumat Kliwon, keduanya seolah mendapatkan petunjuk.
Melalui mata batin, mereka melihat dua buah cahaya jatuh ke arah timur dan satu cahaya jatuh tepat di bukit yang sekarang dikenal dengan nama Bukit Kendalisodo.
Demikian FX Suyadi, ketua pengelola tempat berdoa dan bersamadi, bukit Kendalisodo mengawali kisahnya kepada Joglosemarnews.
“Ketika itu, Jumari dan Ngadi Susilo menyimpulkan cahaya itu merupakan petunjuk dari Tuhan atas samadi yang mereka lakukan untuk mencari tempat berdoa,” katanya.
Tempat di mana cahaya tersebut jatuh, kebetulan adalah tanah milik Ibu Sami. Atas dasar petunjuk tersebut, pihak Gereja Maria Assumpta pun berniat membeli sebidang tanah di tempat tersebut.
Entah karena mujizat apa, ketika itu Ibu Sami menjual tanahnya dengan tangan terbuka. Mula-mula, pihak gereja menanami tanah tersebut dengan berbagai macam pohon dan tanaman.
Setelah tanaman tumbuh dengan subur di Bukit Kendalisodo, pihak gereja kemudian membangun tempat berdoa yang representatif di lokasi tersebut.
Lama-kelamaan, nama Bukit Kendalisodo semakin dikenal umat sebagai tempat untuk berziarah dan berdoa kepada Bunda Maria.
Sepuluh tahun berlalu, dan bukit Kendalisodo semakin banyak diziarahi oleh umat Katolik dari berbagai daerah. Lama kelamaan, lokasi di bukit Kendalisodo dirasa kurang memenuhi untuk menampung jumlah peziarah yang berdatangan.
“Pada tahun 1885, pihak gereja berniat untuk memperluas tempat berdoa di sana. Satu-satunya pilihan adalah kembali harus membeli tanah milik Bu Sami,” lanjut FX Suyadi.
Dalam negosiasi pertama, pihak gereja merasa mendapat ganjalan lantaran belum ada kesepakatan dari Ibu Sami.
Tak putus asa, pihak gereja pun menyerahkan hal itu kepada Tuhan melalui doa yang dilakukan di Bukit Kendalisodo. Rupanya Tuhan mendengar doa mereka.
“Pagi harinya, Ibu Sami tiba-tiba datang dan langsung menyepakati dengan harga yang ditawrkan oleh pihak gereja,” papar Suyadi.
Karena kondisi tanah bukit Kendalisodo yang terjal, dibutuhkan biaya yang besar untuk membangun tempat berdoa yang permanen.
Ramlan, yang merupakan utusan dari Gereja Santa Maria Assumpta diserahi tugas untuk mencari dana ke Keuskupan. Dalam perjalanannya dia bertemu dengan seseorang yang memperkenalkan dirinya bernama Himawan.
Dalam perjumpaan itu, Ramlan menceritakan maksud tujuannya mencari dana untuk pembangunan tempat berdoa di bukit Kendalisodo. Seperti tersentuh hatinya, Himawan akhirnya menawarkan bantuan dana dengan cuma-cuma dan tanpa kompensasi apapun.
“Saking senangnya hati Pak Ramlan, sampai-sampai beliau lupa menanyakan identitas sebenarnya dari orang yang bernama Himawan itu,” kisahnya.
Sampai kini, pihak gereja dan Suyadi tetap mengaku heran dengan lelaki bernama Himawan, yang menjadi penolong tersebut.
“Saya juga sampai sekarang masih heran siapa Pak Himawan yang menjadi penolong itu. Menurut saya itu merupakan utusan Tuhan atau Roh Kudus,” ujar Suyadi kepada Joglosemarnews.
Pada tahun 2008 dilakukan peletakan batu pertama Goa Maria. Setelah selesai pembangunan baru diberi nama tempat Berdoa dan Bersemedi Bukit Kendalisodo atau yang lebih dikenal dengan Gua Maria Bukit Kendalisodo.
Satu tahun setelah berdirinya tempat berdoa Gua Maria bukit Kendalisodo, dibangunlah 14 pemberhentian dan kisah sengsara Yesus.
Empat belas pemberhantian ini dibangun dengan eksotis, sehingga selain memiliki fungsi ritual, juga berfungsi sebagai hiasan.
“Oleh Romo Pujo, pada tahun 2010 pembangunan jalan salib diresmikan,” ujarnya.
Kini, tempat berdoa dan bersamadi bukit Kendalisodo juga dibuka untuk wisata religi. Bahkan, masyarakat beragama lain pun tidak dilarang untuk berdoa atau sekadar berwisata di tempat tersebut. lupita – wandani