JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Juru bicara presiden Joko Widodo (Jokowi), Fadjroel Rachman dianggap membikin gaduh dengan cuitannya di twitter pribadinya, Minggu (13/9/2020) kemarin.
Dalam unggahannya kemarin, Fadjroel menuliskan “Memang susah sih ini orang, enggak bisa kerja maunya ribut aja” sambil mengunggah foto tokoh Giant dari animasi Doraemon di akun Twitter pribadinya.
Cuitan itu muncul di tengah sorotan publik terhadap rencana pemberlakuan PSBB oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan sikap pemerintah pusat yang ditunggu.
Terkait dengan hal itu, dosen Komunikasi Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menyarankan Presiden Jokowi mencopot Fadjroel Rachman dari posisinya sebagai juru bicara.
“Fadjroel tidak memahami posisinya sebagai juru bicara presiden dan itu cukup disayangkan, sekaligus menandai jika kualitas kejurubicaraannya sangat diragukan,” kata penulis buku Komunikasi CSR politik: membangun reputasi, etika, dan estetika PR politik ini saat dihubungi Tempo, Selasa (15/9/2020).
Menurut Dedi, cuitan tersebut tidak mencerminkan kualitas pejabat negara, sebagai juru bicaranya presiden yang seharusnya menjaga etika.
“Yakni ujaran publik yang terbuka dan tidak tendensius, terlebih jika itu berkaitan dengan hubungan sesama pejabat negara yang lain,” tuturnya.
Dedi berujar juru bicara presiden jangan sampai menimbulkan keramaian dan dilarang membangun opini yang berpotensi memunculkan keriuhan politis.
“Jika hal minimum ia tidak miliki, Presiden sudah waktunya mencopot Fadjroel,” ucap Dedi.
Lebih luas, kata Dedi, kekacauan komunikasi publik pemerintah sering terjadi belakangan ini. Ia menduga hal itu bersumber dari minimnya verifikasi atau ada upaya menghindari kebenaran.
“Sehingga setiap pejabat punya argumentasi berlainan,” tuturnya.
Menurut Dedi, sengkarut komunikasi ini semakin tidak terhindarkan karena banyak pejabat negara yang membangun panggungnya masing-masing. Situasi ini dinilai merugikan Jokowi karena dianggap tidak sanggup mengomandoi bawahannya.
“Padahal, periode kedua Jokowi ini terkenal dengan berlimpahnya staf ahli tapi mereka hanya memenuhi posisi dan tidak subtansial. Saran idealnya, pemerintah perlu mengurangi pekerja komunikasi Istana, dan mulai melarang pejabat negara menghambur-hamburkan statemen jika tidak disertai dengan kebenaran,” ucap Dedi.
Hingga berita ini diturunkan, Tempo belum mendapat penjelasan langsung dari Fajroel soal unggahannya tersebut yang dinilai membuat gaduh.