SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Konflik yang melibatkan Klenteng Kwan Sing Bio Tuban belum usai. Pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Klenteng Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur, menggugat Direktorat Jenderal (Ditjen) Bimas Agama Budha Kementerian Agama RI.
Penyebabnya adalah terbitnya surat dari Ditjen tersebut tentang tanda daftar rumah ibadah Buddha, yang mengganti status kelenteng Kwan Sing Bio menjadi Wihara.
Akibatnya, dengan dikeluarkannya surat tanda daftar rumah ibadah Buddha itu, terjadilah konflik terhadap kepengurusan klenteng terbesar di Asia Tenggara tersebut antara kubu Alim Sugiantoro dan Mardjojo alias Tio Eng Bio.
Dijelaskan Alim Sugiantoro, pembina agama Kong Hu Cu dan Ketua Penilik Demisioner TITD Kwan Sing Bio Tuban. Bahwa TITD Kwan Sing Bio itu adalah klenteng sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Bio itu klenteng bukan wihara dan rumah budha ini perlu dipahami benar.
“Klenteng Kwan Sing Bio itu yang dipuja dan didatangi orang se Indonesia itu adalah Dewa Kwan Kong yang dinamakan Kwan Sing Tee Kun, bukan Budha. Tapi tiba tiba Dirjen Budha mengeluarkan tanda daftar rumah ibadah umat Budha yang sangat tidak sesuai dengan kenyataannya. Kami tegaskan Klenteng Tuban itu adalah Bio Klenteng bukan Wihara,” ungkap Alim, dalam sebuah kegiatan di Solo, Sabtu (12/9/2020).
Alhasil, dengan keluarnya tanda daftar rumah Budha itu berakibat menjadi konflik lebih besar karena indikasi ada pencaplokan atau perebutan tempat ibadah.
Dikonfirmasi, Farida Sulistyani, kuasa hukum kubu Alim Sugiantoro yang merupakan pengurus demisioner Klenteng Kwan Sing, pihaknya sudah mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta Timur, Jumat (11/9).
Farida menilai ada keberpihakan dari pihak Ditjen Binmas Agama Budha Kemenag. Selain itu, Farida juga menjelaskan surat tanda daftar rumah ibadah Buddha saat dikeluarkan pertama kalinya diragukan, karena tidak memiliki stempel kementerian agama.
“Kami berharap agar permasalahan ini dapat cepat selesai sehingga Klenteng Kwan Sing Bio bisa digunakan untuk melakukan kegiatan ibadah dengan tenang,” ungkapnya.
Farida juga mengimbau seluruh pihak untuk ikut melestarikan kelenteng Kwan Sing Bio yang sudah berusia 247 tahun dan merupakan kelenteng terbesar di Asia Tenggara. (asa)