SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kendati sudah mendapatkan lampu hijau dari pihaka kepolisian dan aparat pemerintah, namun Pondok Pesantren (Ponpes) AlFithrah masih tetap menjalankan pembelajaran secara daring kepada para santrinya.
“Saya tidak mau nanti santri yang menjadi klaster baru. Lebih baik sekarang ditahan dulu santri untuk dirumahkan saja. Sebenarnya kita sudah mendapatkan izin dari kepolisian dan lain-lain,” ujar pengurus Pesantren Alfithrah, Toha kepada Joglosemarnews.
Toha menjelaskan, segala keputusan strategis, termasuk kebijakan model pengajaran harus mengacu pada kebijakan pusat, yang ada di Surabaya. Sejauh ini, ujar Toha, yayasan pusat menghendaki pembelajaran masih dilakukan dengan daring.
“Karena itu, kami harus tunduk, meskipun pemerintah sudah mengizinkan sebenarnya,” ujarnya.
Toha menjelaskan, selama pandemi Covid-19, santri putra dan satri putri mendapatkan keringanan biaya 50 persen. Hal itu dilakukan untuk mengurangi beban dari para orang tua.
Sebagaimana diketahui, Pesantren Alfithrah yang berada di Surabaya merupakan pesantren pertama atau pesantren pusat yang dibangun oleh yayasan Alfithrah.
Berdiri tahun 2005, pesantren ini memiliki keunikan tersendiri. Salah satunya adalah arsitektur masjid yang mengikuti bentuk masjid Alfithrah Surabaya di seluruh Indonesia, di bawah naungan yayasan Alfithrah.
Di Semarang, ujar Toha, jumlah santri di Pesantren Alfithrah sekitar 250 orang. Jumlah tersebut terentang dari jenjang pendidikan MI, MTS dan MA.
Di tengah pembelajaran daring tersebut, Toha menjelaskan, Pesantren Alfithrah tetap melaksanakan pembagunan. Baik masjid, memperluas asrama santri putra dan putri, maupun ruang kantor.
Bangunan Pesantren Alfithrah berdiri di tanah seluas enam hektare, yang terdiri dari bangunan masjid, asrama putra dan putri, ruang parkir, perkantoran, koperasi, kantin, rumah ustad. lupita-wandani