JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penetapan Upah Minimun Provinsi (UMP) untuk tahun 2021 mendatang kemungkinan masih akan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Hal tersebut menjadikan kemungkinan UMP tahun depan tidak akan mengalami kenaikan.
“Jadi untuk UMP tahun depan masih mengacu pada PP 78/2015. Rumusannya adalah UMP tahun berjalan dikali dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun 2020,” ujar Ketua Umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, dikutip Liputan6.com, Sabtu (17/10/2020).
Dalam PP Nomor 78 Tahun 2015, penetapan UMP sesuai dengan Pasal 43 ayat (1), yakni dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Upah minimun tersebut sebagaimana disebutkan dalam Pasal 41, ditetapkan oleh gubernur.
Sementara itu, dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini, Indonesia telah mencatatkan kontraksi pada kuartal II, yang bahkan diprediksi berlanjut hingga kuartal IV 2020. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan deflasi tiga kali berturut-turut sejak Juli hingga September 2020.
Di sisi lain, Sarman mengaku dunia usaha sudah cukup tertekan selama pandemi Covid-19 yang menyebabkan aliran dana perusahaan turut terganggu.
“Jadi, di samping rumusnya (dalam PP 78/2015) memang seperti itu, yang kedua juga memang kondisi ekonomi kita dan dunia usaha juga seperti saat ini. Jadi kita lihat memang sesuai dengan rumusan yang ada, pertumbuhan ekonomi kita yang seperti ini, UMP tahun depan mungkin tidak ada kenaikan,” kata Sarman.
Pendapat senada juga sempat disampaikan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah yang menegaskan, meskipun Undang-Undang Cipta Kerja telah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu, pengaturan dan penetapan UMP di 2021 masih mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2015.
“Terkait dengan upah minimum tahun 2021. Saya kira kalau kita sementara ini acuan tentang penetapan upah minimum itu adalah berdasarkan PP 78 tahun 2015,” kata Ida dalam keterangannya, Jumat (9/10/2020) pekan lalu.
Perubahan KHL
Ida mengungkapkan, PP Nomor 78 Tahun 2015 seharusnya sudah tidak bisa lagi dijadikan acuan perhitungan UMP tahun 2021, karena telah melewati batas waktu lima tahun dan perlu adanya peninjauan Komponen Hidup Layak (KHL) yang jatuhnya pada tahun 2021. “Memang ada perubahan KHL untuk tahun 2021 ini,” ujarnya.
Namun selama masa pandemi ini pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatatkan angka minus hingga 5,32 persen. Dengan alasan itu, Ida mengatakan kemungkinan penetapan UMP tidak akan naik sebagaimana mestinya, dikarenakan kondisi perekonomian di Tanah Air yang belum kondusif.
“Kita semua tahu akibat dari pandemi Covid-19 ini pertumbuhan ekonomi kita minus. Saya kira tidak memungkinkan bagi kita menetapkan secara normal sebagaimana Peraturan Pemerintah maupun peraturan perundang-undangan,” jelasnya.
Tak Mampu Membayar
Ida mengatakan, pihaknya juga telah mendapatkan saran dari Dewan Pengupahan Nasional terkait UMP 2021, yakni jika Kementerian Ketenagakerjaan memaksakan menaikkan upah minimum mengikuti PP 78 Tahun 2015, maka akan banyak perusahaan yang tidak mampu membayar.
“Kami mendapatkan saran dari Dewan Pengupahan Nasional yang saran ini akan menjadi acuan bagi kami untuk menetapkan upah minimum tahun 2021. Karena kalau kita paksakan mengikuti PP 78 atau mengikuti undang-undang baru ini pasti akan banyak sekali perusahaan perusahaan yang tidak mampu membayar upah minimum provinsi,” ungkapnya.
Sementara rekomendasi yang diberikan oleh Dewan Pengupahan Nasional adalah kembali pada UMP tahun 2020, yakni besaran kenaikan upah dihitung berdasarkan besaran pertumbuhan ekonomi ditambah dengan inflasi. “Tapi nanti pasti kami akan aktif, karena kami akan mendengarkan sekali lagi Dewan Pengupahan Nasional,” pungkasnya. Liputan 6