Beranda Umum Nasional Tolak Penetapan UMP 2021 Sama dengan Tahun 2020, Serikat Buruh Rencanakan Kembali...

Tolak Penetapan UMP 2021 Sama dengan Tahun 2020, Serikat Buruh Rencanakan Kembali Gelar Aksi Mogok Nasional

Ilustrasi buruh pabrik. Foto: pixabay.com

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak keputusan Menteri Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa besaran upah minimum untuk tahun 2021 mendatang bakal sama dengan tahun 2020 atau tidak ada kenaikan.

Serikat pekerja pun mendesak kepada gubernur agar tidak mengikuti surat edaran Menaker dan menetapkan kenaikan upah minimun provinsi (UMP) 2021.

“Karena buruh Indonesia menolak surat edaran tersebut, maka kami meminta kepada Gubernur sebagai pihak yang menetapkan upah minimum tidak mengikuti surat edaran yang meminta tidak ada kenaikkan upah minimum di provinsi atau kabupaten/kota,” kata Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangan persnya, Jumat (30/10/2020).

Menteri Ketenagakerjaan RI telah menerbitkan surat edaran Nomor 11/HK04/X/2020, tentang penetapan upah minimum tahun 2021 pada masa pandemi Covid-19.

Dalam SE tersebut disebutkan bahwa UMP untuk tahun 2021 tidak mengalami kenaikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan alasan situasi pandemi Covid-19 yang telah menimbulkan dampak terhadap kondisi perekonomian dan kemampuan perusahaan dalam memenuhi hak pekerja atau buruh, termasuk dalam membayar upah.

Alasan buruh menolak keputusan Menaker itu, lanjut Said Iqbal, lantaran ini bukan kali pertama Indonesia mengalami resesi ekonomi yang dikaitkan dengan kenaikan upah minimum. Ia mencontohkan resesi tahun 1998 di mana pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami minus di kisaran 17,6 persen. Sedangkan angka inflansi mendekati 78 persen.

Said Iqbal pun menegaskan, dengan analogi yang sama, pertumbuhan ekonomi dan inflansi saat ini lebih rendah dibandingkan tahun 1998. Di mana pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan minus 8 persen dan inflasi 3 persen.

Atas dasar tersebut, KSPI mengusulkan kenaikan upah minimum 2021 adalah 8 persen. Namun demikian, jika dirasa berat, Dewan Pengupahan dan Pemerintah Derah bisa berunding, berapa kenaikan upah minimum yang dirasa tepat.

Baca Juga :  Tak Bisa Berbuat Apa-apa untuk Selamatkan Sritex, Menaker Yassierli: Kita Tunggu Hasil Kerja Kurator

“Apalagi, saat ini masih banyak perusahan yang beroperasi seperti biasa. Jadi jangan dipukul rata, bahwa semua perusahaan tidak mampu membayar kenaikan upah minimum. Bahkan kalau pun ada yang tidak mampu, undang-undang sudah memberikan ruang untuk melakukan penangguhan upah minimum,” ujar Said Iqbal.

Lebih lanjut Said Iqbal mengungkapkan, pihaknya menerima laporan dari anggota Dewan Pengupahan Nasional dari unsur serikat buruh bahwa tidak ada kesepakatan apapun dari Dewan Pengupahan Nasional yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum di tahun 2021.

Bahkan di dalam forum yang lebih besar yang dihadiri Dewan Pengupahan tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, tidak ada keputusan yang menyatakan upah minimum tahun 2021 tidak naik.

“Jadi pemerintah menggunakan dasar apa mengeluarkan surat edaran yang meminta agar gubernur tidak menaikkan upah minimum? Patut diduga Menaker berbohong terhadap argumentasi dalam pengeluarkan surat edaran tersebut,” ucap Said Iqbal.

Aksi Mogok Nasional

Oleh karena itu, serikat buruh meminta agar para gubernur mengabaikan surat edaran tersebut. Kalau tidak ada kenaikan upah minimum, bisa dipastikan aksi-aksi buruh akan membesar dan semakin menguat. Apalagi hal ini terjadi di tengah penolakan Omnibus Law.

“Bisa saja akhirnya kaum buruh mengambil keputusan mogok kerja nasional. Namun berbeda dengan mogok nasional yang dilakukan pada tanggal 6 hingga 8 Oktober lalu, kali ini bentuknya adalah mogok kerja nasional yang dilakukan oleh serikat buruh di tingkat pabrik,” jelasnya.

Persoalan upah adalah persoalan di tingkat perusahaan atau pabrik. Mereka bisa mengajukan perundingan kenaikan upah yang dilakukan secara bersamaan di masing-masing perusahaan, dan jika deadlock, maka sudah memenuhi persyaratan yang diatur Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan untuk melakukan mogok kerja.

Baca Juga :  Perempuan Tak Terwakili di Unsur Pimpinan KPK, Alexander: Kalau Mau Lewat Kampanye Antikorupsi Saja

Dalam waktu dekat, KSPI dan buruh Indonesia akan melakukan aksi pada tanggal 2 November di Depan Istana dan Mahkamah Konstitusi. Aksi juga akan dilakukan serentak di 34 provinsi dan melibatkan 200 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Aksi tersebut meminta agar UU Cipta Kerja dibatalkan. Ditegaskan, bahwa aksi -aksi yang akan dilakukan KSPI adalah aksi yang terukur, terarah, konstitusional, dan tidak anarkis. “Kami meminta Presiden Jokowi untuk menginstruksikan kepada Menaker agar mencabut surat edaran yang menyatakan tidak ada kenaikan upah minimum 2021,” tegas Said Iqbal dalam keterangannya.

Aksi serupa juga akan dilakukan tanggal 9 November di DPR RI untuk mendesak dilakukan legislative review terhadap UU Cipta Kerja. Selanjutnya tanggal 10 November 2020 aksi akan dilakukan di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, meminta Menaker mencabut surat edaran yang sudah dibuat. “Di titik akhir, kami sedang mempertimbangkan untuk melakukan mogok kerja nasional,” tukas Said Iqbal.

www.republika.co.id