SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Para tenaga medis dan manajemen fasilitas layanan kesehatan baik puskesmas maupun rumah sakit di Sragen sebentar lagi dipastikan tak akan bisa berleha-leha.
Pasalnya dalam waktu dekat, sanksi tegas akan diterapkan bagi tenaga medis hingga rumah sakit yang tak bisa memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat. Hal itu menyusul keberadaan peraturan daerah (Perda) tentang Sistem Kesehatan Daerah (SKD) di Kabupaten Sragen.
Saat ini, Raperda tentang SKD, sudah dalam proses penggodokan di DPRD melalui panitia khusus (Pansus). Ketua Pansus Raperda SKD, Sugiyamto mengatakan Raperda SKD digagas sebagai upaya membuat standar layanan maksimal di tingkat fasilitas layanan kesehatan mulai dari rumah sakit, Puskesmas, klinik hingga bidan desa.
Dengan ada Perda dan aturan yang jelas, diharapkan masyarakat bisa memiliki pedoman baku terkait pelayanan kesehatan. Ketika ada dokter, puskesmas atau rumah sakit tidak memberikan layanan sebagaimana mestinya, maka masyarakat berhak komplain dan mengadu.
“Dengan ada Perda SKD, masyarakat akan bisa mengakses dan tahu standar layanan yang harus mereka terima. Ini untuk membantu agar masyarakat dapat pelayanan optimal. Sehingga ketika nanti ada layanan yang mengecewakan, ada layanan pengaduan, dan instansi atau pengelola harus segera merespon. Nanti akan kita buat layanan aduan di DPRD,” paparnya seusai rapat pembahasan Raperda SKD di DPRD, Senin (2/11/2020).
Legislator PDIP itu menjelaskan adanya Perda diharapkan bisa meminimalisir keluhan masyarakat dan melindungi mereka dari layanan buruk di bidang kesehatan.
Misalnya terlalu lama ngantri karena keterlambatan dokter atau lambannya respon dari pihak rumah sakit.
Selain itu, Perda juga diharapkan menjadi rambu dan pedoman bagi manajemen Puskesmas hingga rumah sakit agar tak seenaknya memperlakukan masyarakat.
Sebab sanksi berat bisa dijatuhkan apabila ada tenaga medis atau faskes yang terbukti melakukan keteledoran atau pelanggaran dalam pelayanan.
“Sanksinya nggak main-main. Di Perda diatur sanksinya klinik, puskesmas atau rumah sakit yang melalukan pelanggaran berat bisa ditutup. Harapannya ke depan puskesmas, dokter dan rumah sakit juga bisa meningkatkan kualitas pelayanan karena sudah ada standar tertentu,” terangnya.
Lebih lanjut, Sugiyamto menjelaskan kehadiran Perda SKD salah satunya juga dilandasi masih banyaknya keluhan masyarakat terkait pelayanan utamanya di RSUD atau Puskesmas yang notabene berlabel milik pemerintah.
Selain dokternya atau petugas tidak ramah, berulangkali keluhan dan hasil sidak mendapati tumpukan pasien yang mengantre lebih dari dua jam tanpa pelayanan.
“Kalau klinik, kami yakin sudah lebih bagus karena mereka mempertaruhkan nama dokternya. Tapi yang puskesmas dan RSUD itu kadang masih banyak yang kurang maksimal pelayanannya. Ambil.contoh di RSUD Gemolong, sudah berkali-kali sidak dan ada keluhan masyarakat kalau pelayanan sangat lambat sehingga pasien antri sampai 2 hingga 3 jam. Padahal namanya orang datang ke rumah sakit itu pasti punya keluhan dan mestinya sesegera mungkin dapat penanganan. Kalau sudah ada Perda, nggak boleh seenaknya lagi menelantarkan pasien,” tandasnya.
Ia menambahkan beberapa daerah yang maju, sudah menerapkan Perda SKD. Di antaranya Pemkab Malang, Pemkot Malang dan Surabaya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen, Hargiyanto mendukung penuh dan menyambut baik keberadaan Perda SKD. Ia berharap dengan Perda itu bisa menjadi regulasi bagaimana pelayanan kesehatan di daerah bisa sejalan dengan sistem kesehatan nasional dan provinsi.
“Nanti kan di dalamnya diatur supaya pelayanan di bidang kesehatan di Sragen bisa lebih optimal,” tegasnya. Wardoyo