JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dua tersangka kasus dugaan korupsi penetapan izin ekspor benih lobster yang sempat buron, yakni Andreau Pribadi Misata dan Amiril Mukminin, akhirnya menyerahkan diri. Keduanya pun langsung ditahan di Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Disampaikan Deputi Penindakan KPK, Karyoto, melalui konferensi pers daring, kedua orang tersebut telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster setelah diduga menerima suap berupa uang dan sejumlah barang. Keduanya lantas ditahan untuk kepentingan penyidikan.
“Untuk kepentingan penyidikan, KPK melakukan penahanan terhadap APM dan AM selama 20 hari terhitung sejak hari ini, 26 November hingga 15 Desember 2020 di Rumah Tahanan KPK,” ujar Karyoto, dikutip Tempo.co.
Namun sebelum ditahan, Andreu dan Amiril akan menjalani isolasi mandiri selama 14 hari sebagai bagian dari protokol kesehatan Covid-19.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh orang dalam kasus dugaan korupsi ekspor benih lobster. Selain Andreau dan Amiril, lima orang yang telah ditahan yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, staf dari istri Edhy Prabowo, Ainul Faqih; pengurus PT Aero Citra Kargo, Siswadi; Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito; dan staf khusus dari Edhy Prabowo, Safri.
Andreau disebut memegang peranan penting dalam teknis ekspor benih lobster, termasuk penunjukan perusahaan jasa kargo. Bersama Perkumpulan Pengusaha Lobster (Pelobi) yang berisi sekitar 40 badan usaha pemegang izin, Andreau diduga menunjuk PT Aero Citra Largo sebagai operator jasa pengiriman benih lobster.
Penunjukan perusahaan kargo ini belakangan masuk ke penelitian Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. KPPU menduga ada monopoli yang melibatkan satu badan usaha.
Selain itu, Andreau diduga turut berperan dalam pembekuan surat keterangan waktu pengeluaran (SKWP) untuk salah satu eksportir. SKWP adalah dokumen khusus yang dibutuhkan untuk melengkapi proses persyaratan ekspor benih lobster.
Akibat perbuatannya, Andreu dan Amiril disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.