JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penurunan paksa baliho imam besar Rizieq Shihab oleh personel TNI masih mengundang reaksi pro dan kontra.
Awal mulanya, pada Rabu malam, mendadak media sosial dihebohkan dengan beredarnya sebuah video berisi sekelompok orang berbaju loreng melakukan penurunan paksa baliho Rizieg Shihab, Imam Besar FPI.
Dalam video yang beredar, sekelompok orang berbadan tegap dengan potongan rambut cepak sigap menurunkan baliho Rizieq Shihab yang belakangan marak.
Menanggapi hal itu, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Mayjen TNI Achmad Riad sempat membantah bahwa kelompok tersebut berasal dari institusinya. Menurut Riad, tak pernah ada komando melakukan tindakan tersebut.
Namun tak sampai 24 jam, ucapan Riad itu terbantahkan oleh Panglima Kodam Jaya disingkat Pangdam Jaya Mayjen TNI Dudung Abdurachman. Ia mengakui bahwa sosok yang menurunkan paksa baliho dedengkot FPI itu berasal darinya.
Perintah itu dia keluarkan karena sudah merasa gerah dengan sikap FPI yang memasang banyak baliho tanpa izin.
Dudung bahkan mengancam akan membubarkan organisasi tersebut. “Kalau perlu, FPI bubarkan saja! Kok mereka yang atur. Suka atur-atur sendiri,” kata Dudung usai Apel Kesiagaan Pasukan Bencana di Jakarta, Jumat, 20 November 2020.
Mendengar pernyataan Dudung itu, Sekretaris Bantuan Hukum DPP Front Pembela Islam atau FPI Aziz Yanuar mengaku kaget. Ia tak menyangka TNI akan menyerobot lahan kerja Satpol PP.
“Kaget kalau TNI sampai mengurus soal baliho yang harusnya jadi urusan Satpol PP,” kata Aziz.
Melihat tugasnya sudah diambil oleh aparat TNI, Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin berkilah bahwa pihaknya memang sudah berencana menurunkan baliho ilegal Rizieq Shihab yang terpasang di banyak ruang publik. Arifin mengatakan, penurunan paksa dilakukan karena pihak pemasang tidak mau melakukan penurunan sendiri.
Namun soal alasan penurunan paksa baliho itu, Arifin tak banyak menyinggung soal FPI melanggar aturan daerah. Penurunan paksa spanduk oleh Satpol PP justru karena kondisi baliho yang sudah doyong dan dapat membahayakan masyarakat.
“Banyak yang kondisinya akan jatuh sehingga membahayakan masyarakat sekitar yang melintas di bawah baliho tersebut,” ujar Arifin.
Sementara itu pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, menyatakan pemasangan baliho Rizieq Shihab harus mendapat izin dari Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP setempat. Ketentuan ini berlaku di seluruh daerah.
“Secara prinsip sama kebijakannya, yang membedakan hanya besaran biayanya, karena ini terkait PAD (pendapatan asli daerah) masing-masing daerah dan lokasi pemasangannya,” kata dia.
Setelah mendapatkan izin, pemasangan baliho harus didampingi pihak berwenang. Misalnya, tutur dia, pendampingan dari dinas terkait dan Satpol PP. Setelah masa perizinan habis atau ada baliho yang terpasang tidak melalui tata cara tersebut, maka pihak yang akan menertibkan adalah Satpol PP, bukan TNI.
Kritik terhadap aksi penurunan paksa baliho Rizieq Shihab oleh TNI pun datang dari Anggota DPR RI Fraksi Gerindra, Fadli Zon. Menurut dia, perintah tersebut di luar wewenang dan tugas TNI.
“Sebaiknya jangan semakin jauh terseret politik, kecuali mau hidupkan lagi ‘dwifungsi ABRI’, imbangi ‘dwifungsi polisi’,” kata Fadli.
Dia juga menambahkan, indikasi terseretnya TNI dalam politik juga bisa dilihat dari pernyataan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto beberapa waktu lalu. “Termasuk pernyataan-pernyataan Panglima TNI belakangan ini, tak jelas maksudnya,” kata Fadli Zon.
Selain itu, kritik juga datang dari aktivis Hak Asasi Manusia, Haris Azhar. Menurut dia, penurunan baliho sebenarnya merupakan masalah ketertiban umum yang menjadi wewenang Satpol PP.
Menurut pendiri Kantor Hukum dan HAM Lokataru ini, penurunan baliho Rizieq Shihab oleh Satpol PP pun ada syaratnya, yaitu jika konten spanduk itu melanggar aturan atau dipasang di lokasi yang tidak diperbolehkan. Dia mengatakan jika pencopotan dilakukan oleh TNI, bisa dianggap bahwa poster atau spanduk yang dicopot itu memuat kandungan perang.
“Berarti ini serius terhadap Rizieq Shihab (RS), tapi saya tidak yakin RS bisa mengakibatkan atau menyulut perang, wong perang antara negara saja ada media dan diplomasi kok,” ujar Haris.
Meskipun dihujam banyak kritikan, beberapa pihak juga menyatakan dukungan penurunan baliho Rizieq Shihab, sepertinya misalnya dari Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran. Di hari pertamanya setelah dilantik menggantikan Nana Sudjana, Fadil mendukung langkah Dudung.
“Pasti tujuannya baik untuk Republik ini, untuk negara ini,” ujar Fadil.
Menurut Mohammad Fadil Imran, pemasangan spanduk dan baliho sudah diatur dalam Peraturan Daerah (Perda). Ketentuan itu antara lain harus ada pajak dan izin. Menurut dia, langkah penertiban itu masuk ke dalam preventive strike, atau yang diartikannya sebagai pencegahan keras.
Dukungan lain juga datang dari Kepala Staf Presiden (KSP). Menurut Deputi V KSP, Jaleswari Pramodhawardani, mengklaim pencopotan baliho Rizieq Shihab oleh anggota TNI masih dalam koridor hukum.
“Penegakan hukum sifatnya tidak diskriminatif, dimana ada pelanggaran hukum, maka akan ada penindakan, terlepas dari individu maupun organisasi kemasyarakatan (ormas) mana pun yang melanggar,” ujar Jaleswari lewat keterangannya, Sabtu (21/11/2020).
Penindakan dari unsur TNI, ujar Jaleswari, masih berada dalam koridor operasi militer selain perang sebagaimana dijabarkan dalam UU TNI.
“Misalnya, dalam hal pembantuan pemerintahan di daerah atau membantu Polri dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat. Hal tersebut dapat dijustifikasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar dia.