SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan petani di berbagai wilayah di Sragen mengeluhkan sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi di kios maupun penyalur resmi memasuki musim tanam (MT) pertama ini.
Mereka pun mendesak pemerintah segera turun tangan mengatasi hilangnya pupuk di lapangan dan sesegera mungkin menyalurkan jatah petani.
Keluhan kesulitan pupuk itu mencuat di hampir semua kecamatan. Padahal saat ini, petani sudah membutuhkan pupuk untuk persemaian dan sebentar lagi untuk tanam.
Salah satu petani asal Ngamban, Gawan, Tanon, Pardi (55) mengaku bingung karena jatah pupuk petani belum didrop ke kios penyalur resmi.
Padahal, saat ini petani sangat butuh untuk memupuk persemaian dan sebentar lagi untuk persiapan tanam.
Menurutnya situasi saat ini yang terparah, karena sebelum-sebelumnya setelah panen, di kios-kios sudah ada pupuk. Sementara saat ini yang ada hanya pupuk nonsubsidi dengan harga mencekik yakni Rp 275.000 perzak 50 kg untuk jenis Urea.
“Padahal kalau pupuk subsidi itu Urea perzak itu hanya Rp 95.000. Tapi mau bagaimana lagi, wong di kios penyalur kami tanya katanya belum dibuka karena belum didrop dari nduwuran. Kemarin hanya untuk mupuk benih saja, terpaksa saya belikan Mutiara 10 kg Rp 10.000. Saking nggak ada pupuk sama sekali,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (2/11/2020).
Ia menuturkan normalnya, dua pekan sebelum masa tanam, harusnya pupuk sudah harus ada di penyalur. Sehingga petani bisa segera menebus karena masih punya uang dari panenan.
Dengan segera didrop, petani juga lebih tenang karena pupuk sudah siap begitu dibutuhkan untuk persemaian maupun penanaman.
“Dulu-dulu kalau habis panen itu kan masih ada uang, kita biasanya nyari pupuk juga ada. Sekarang sudah hampir tanam, keliling ke mana-mana nggak ada pupuk blas. Adanya hanya nonsubsidi yang harganya sudah selangit. Siapa nggak mumet Mas,” terangnya.
Pardi menyampaikan jika harus menggunakan pupuk bersubsidi biaya produksi akan membengkak dan sangat memberatkan.
Sebab dari kalkulasinya dengan jatah pupuk bersubsidi biaya pupuk satu hektare lahan hanya sekitar Rp 2,3 juta. Sementara jika pakai nonsubsidi semua, per seperempat hektar sudah habis Rp 1 juta atau satu hektare bisa menghabiskan Rp 4 juta.
Curiga Ada Permainan
Ia pun mempertanyakan hilangnya pupuk di kios-kios umum serta jatah di kios penyalur juga tidak kunjung didrop. Ia curiga ada sesuatu atau dimungkinkan ada pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari kondisi itu.
Sebab sudah sering jatah pupuk didrop agak terlambat dari waktu pemupukan.
Akibatnya petani terpaksa membeli pupuk di kios umum demi menyelamatkan tanaman sehingga jatah resmi mereka di penyalur resmi akhirnya tidak diambil.
“Kami jadi curiga jangan-jangan apa sengaja ngedropnya diulur-ulur sampai telat. Sehingga petani nyari pupuk sendiri, akhirnya jatah pupuknya nggak ketebus dan dijual lain dengan harga yang tinggi. Karena hampir tiap tanam selalu begini, saya geregeten sudah dua tahun nggak ambil jatah saya karena turunnya setelah habis masa pemupukan. Percuma nunggu jatah kalau turunnya telat. Padahal kalau padi 20 hari nggak segera dipungkasi pupuk, nanti pertumbuhannya akan bermasalah. Kalau nggak ambruk ya rapuh dan hasilnya buruk,” tukasnya.
Mbah Minto, petani lainnya asal Desa Gawan, sangat berharap agar pemerintah segera mendesak distributor untuk mengirimkan jatah pupuk ke penyalur. Sebab saat ini petani sudah sangat menunggu-nunggu.
“Petani itu sebenarnya paling manut. Harga mahal pun nggak papa asal barangnya ada. Lha ini petani sudah kelabakan, jatah masih nggak tahu kapan mau diturunkan. Petani nglakoni rabuk angel lan larang ya nembe kali ini. Wis regane larang barange ra enek. Siapa nggak judeg Mas. Kayak gini kok petani suruh sejahtera,” timpal Mbah Minto Sis, petani asal Gawan lainnya.
Keluhan serupa juga mencuat di wilayah Sidoharjo. Manto, salah satu petani di Desa Taraman mengaku sudah pasrah karena hampir semua kios-kios penjual pupuk sudah nggak punya stok pupuk.
Sementara, jatah pupuk bersubsidi tak juga didrop ke penyalur. Padahal saat ini ia dan petani di wilayahnya juga sudah butuh untuk pemupukan benih dan persiapan tanam.
“Dulu habis panenan itu pupuk bersubsidi masih bisa didapat di kios umum. Entah darimana dapatnya, yang jelas petani nyari masih dapat. Sekarang keliling ke kios-kios sudah nggak ada. Ada pun harganya sudah Rp 175.000 itupun belinya pesen dan nggak sembarangan dikasih. Ini petani pada pusing mikir pupuk nggak ada Mas,” ujarnya.
Senada, petani di kecamatan lain seperti di Gemolong hingga Gondang juga mengeluhkan hal serupa. Salah satu petani dan tokoh di Gondang, Bambang Widjo Purwanto menyampaikan saat ini petani di wilayahnya juga kesulitan mendapat pupuk.
Hingga kini jatah pupuk bersubsidi belum juga didrop di penyalur atau kelompok tani. Sementara saat ini petani sebenarnya sudah butuh untuk memupuk persemaian dan 10 hari ke depan, petani sudah mulai tanam.
“Harusnya 15 hari sebelum tanam itu pupuk sudah harus ada di penyalur, sehingga petani bisa menebus untuk dipakai persemaian dan nanti begitu tanam sudah tinggal memupuk. Lha ini sudah pupuk belum turun, padahal jatah yang turun itu masih jauh dari kebutuhan. Gimana nggak bingung,” tuturnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Sragen, Ekarini Mumpuni Titi Lestari menyampaikan pupuk untuk masa tanam pertama saat ini sudah siap. Ia bahkan menyebut kalau Sragen mendapat tambahan kuota 8.000 ton untuk Urea, 950 ton untuk SP36 dan 1.300 ton untuk ZA. Wardoyo