JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperingatkan kepada calon kepala daerah yang nantinya keluar sebagai pemenang dalam Pilkada 2020 agar menghindari tindak pidana korupsi. KPK juga memperingatkan agar kepala daerah terpilih tidak memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi dan golongan.
Pilkada 2020 telah dilangsungkan secara serentak di 270 daerah di Indonesia pada Rabu (9/12/2020) kemarin. Ajang pesta demokrasi itu diikuti oleh 1.476 calon kepala daerah atau 738 pasangan calon, yang terdiri dari 25 pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, 612 calon bupati dan wakil bupati, serta 101 pasangan calon wali kota dan wakil wali kota.
KPK pun berharap Pilkada serentak 2020 dapat menghasilkan kepala daerah yang berintegritas dan mampu memimpin daerahnya dengan tata kelola pemerintahan yang bersih dari korupsi.
Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding menyebut, KPK tidak ingin pejabat publik yang dipilih melalui proses politik tersebut memanfaatkan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompoknya.
“Sebaliknya, KPK berharap kepala daerah terpilih akan menggunakan kewenangannya untuk menentukan kebijakan publik yang ditujukan untuk kepentingan rakyat demi kesejahteraan rakyat,” kata Ipi dalam keterangannya, Kamis (10/12/2020).
Ipi menyatakan, KPK sebagai lembaga antirasuah tidak jarang melakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi dengan mengadakan webinar bersama para calon kepala daerah.
“KPK memberikan pemahaman kepada khususnya calon kepala daerah tentang persoalan pokok dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang akuntabel dan bersih dari korupsi,” kata Ipi.
Ipi mengungkap, ada setidaknya lima modus yang kerap dipakai kepala daerah dalam melakukan tindak pidana korupsi. Ipi pun memastikan bahwa KPK telah mengetahui modus-modus tersebut.
“Berdasarkan pengalaman KPK dalam menangani tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat lima modus korupsi kepala daerah,” kata Ipi.
Lantas apa saja modus korupsi kepala daerah itu? Pertama yakni intervensi dalam kegiatan belanja daerah mulai dari pengadaan barang dan jasa, penempatan dan pengelolaan kas daerah, pelaksanaan hibah dan bantuan sosial (bansos), pengelolaan aset, hingga penempatan modal pemda di BUMD atau pihak ketiga.
Kedua, intervensi dalam penerimaan daerah mulai dari pajak daerah dan retribusi, pendapatan daerah dari pusat, sampai kerja sama dengan pihak lain. Ketiga, intervensi dalam perizinan mulai dari pemberian rekomendasi, penerbitan perizinan, sampai pemerasan.
Keempat, benturan kepentingan dalam proses pengadaan barang dan jasa, rotasi, mutasi, promosi, dan rangkap jabatan, dan modus kelima yakni penyalahgunaan wewenang dalam proses lelang jabatan.
“KPK berharap modus-modus korupsi tersebut tidak lagi dilakukan. Sebagai upaya pencegahan, KPK akan mengawal implementasi komitmen kepala daerah terpilih dalam pemberantasan korupsi dengan menerapkan delapan area intervensi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah,” tukasnya. Liputan 6