
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Kementerian Perhubungan berencana menggunakan GeNose secara massal sebagai alat pendeteksi Covid-19. Rencananya, alat tersebut akan didistribusikan ke seluruh stasiun dan terminal bus di Jawa dan Sumatera.
Namun, epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono, menyebut alat pendeteksi Covid-19 dari Universitas Gadjah Mada (UGM) terebut belum bisa menjadi alternatif tes swab PCR maupun tes Antigen di simpul-simpul transportasi, seperti stasiun.
Pandu mengatakan, UGM harus melakukan evaluasi dari uji coba GeNose setidaknya selama satu tahun.
โEnggak bisa jadi alternatif karena masih jauh. Setahun ini masih harus dievaluasi. Pihak UGM janji akan melakukan itu,โ ujar Pandu saat dihubungi, Senin (25/1/ 2021).
GeNose C19 merupakan alat pendeteksi virus corona yang dikembangkan para peneliti UGM dan baru-baru ini telah memperoleh izin edar dari Kementerian Kesehatan. Pengambilan sampel dari GeNose C19 berasal embusan napas.
Menurut situs resmi UGM, GeNose bisa mendeteksi Covid-19 lebih cepat dengan lama waktu pendeteksian sekitar 80 detik. Tarifnya pun diperkirakan lebih murah, yaitu Rp 20.000 satu kali tes dengan akurasi lebih dari 90 persen.
Kementerian Perhubungan berniat mengizinkan penggunaan GeNose di stasiun dan terminal bus untuk kepentingan syarat dokumen kesehatan para penumpang perjalanan jauh.
Pandu menyebut telah berbicara dengan pihak UGM terhadap rencana penggunaan GeNose di layanan umum. Menurut dia, pemanfaatan alat pendeteksi yang terlalu cepat akan berbahaya. Apalagi, tutur Pandu, GeNose belum benar-benar teruji tingkat prediksinya.
Selain itu, klaim akurasi alat pendeteksi yang mencapai 90 persen belum meyakinkan lantaran uji coba terhadap sampel dianggap belum terlampau optimal. Hal ini mengacu pada angka masyarakat terinfeksi virus corona di Indonesia.
โAngka orang yang terinfeksi di Indonesia masih rendah, mungkin hanya 5 persen. Bagaimana mendeteksi orang membawa virus dari 5 persen itu,โ tutur Pandu.
Pandu khawatir alat pendeteksi GeNose akan memberikan hasil negatif palsu yang berpengaruh terhadap psikologi masyarakat. Dengan klaim akurasi 90 persen itu, kata dia, sebagian masyarakat yang terdeteksi negatif Covid-19 bisa saja melepas masker dan tidak menerapkan protokol kesehatan.
โJadi kalau Kementerian Kesehatan memberikan izin (GeNose) pakai sementara 1 tahun, seharusnya itu untuk riset, untuk perbaiki prosedur, bukan untuk buka layanan,โ tutur Pandu.