SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dampak pandemi covid-19 benar-benar menghantam semua sendi kehidupan manusia. Imbasnya, para pelaku ekonomi yang berbasis kegiatan masyarakat pun harus menanggung dampak keterpurukan.
Salah satunya dialami oleh kalangan seniman. Mandegnya job manggung selama berbulan-bulan akibat pembatasan kegiatan hajatan dan kerumunan massa, membuat mereka kehilangan lahan pencaharian.
Bahkan tak sedikit seniman yang tak mampu lagi bertahan dan terpaksa menjual alat seninya demi menyambung hidup.
Seperti di alami sejumlah seniman campursari Sragen. Salah satunya Sumardi (40) atau sering dipanggil dengan Jhon, seniman asal Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen.
Tak hanya membubarkan grup campursari yang dirintisnya, ia
kini juga terpaksa harus menjual alat-alat musik campursari miliknya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari di tengah pandemi.
,”Iya saya jual karena corona ini tidak selesai-selesai, akibatnya kita tidak ada job manggung di tempat hajatan. Ini ada kendang komplit berisi 4 kendang jawa dan kendang jaipong dan dua saron,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (30/1/2021)
Jhon menguraikan alat musik itu terpaksa ia lego lantaran selama pandemi tak ada lagi job yang mampir. Padahal kebutuhan hidup sehari-hari tak bisa ditunda.
“Sejak di berlakukan aturan PSBB kita pelaku seni tidak bisa lagi mendapatkan penghasilan, hiburan hajatan dilarang kita tak bisa bergerak apa-apa,” tuturnya.
Dua alat campursari milik Jhon di jual dengan harga Rp 13,5 juta. Ia berharap masyarakat yang berkenan membeli bisa mengontaknya.
“Grup campursari saya awal berdiri 2013 – 2020. Di awal tahun 2021 dengan terpaksa karena keadaan alat ini mau saya lepas ( jual ) dengan harga segitu tapi bisa nego. Alasannya di jual karena pandemi berkepanjangan. Daripada nggak bisa makan Mas. Apa boleh buat,” tukasnya.
Jadwal Job Dibatalkan
Salah satu seniman yang merasakan dampak pahit penghentian izin itu adalah dalang Ki Joko Senden. Dalang asal Dukuh Senden, Klandungan, Ngrampal yang lagi naik daun itu terpaksa harus pasrah kehilangan 40 job sejak 7 bulan lalu.
“Saya sejak bulan April sampai Oktober lalu, Alhamdulillah job yang batal sudah 40 kali Mas. Itu terjadi karena hajatan belum dapat izin hiburan. Harapan kami Pemda dan aparat penegak hukum bisa memberi toleransi,” papar sang dalang kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Tak tanggung-tanggung dari 40 kali job yang batal, Joko menyebut pendapatan di depan mata yang akhirnya melayang cukuplah lumayan.
Dengan bayaran rata-rata antara Rp 3,5-Rp 5 juta per pentas, pendapatan yang melayang dari 40 kali job batal itu diperkirakan mencapai Rp 200 juta.
“Ya sekitar segitu Mas. Bisa dibayangkan bagaimana sedihnya kami,” tukasnya.
Tak hanya seniman, pekerja jasa di hajatan seperti video shooting juga merasakan hal yang sama. Dimas, pemilik video shooting juga beberapa kali harus gigit jari karena jobnya mendadak dibatalkan lantaran pemilik hajatan ketakutan tak dapat izin keramaian.
Termasuk ketika dirinya ngejob di wilayah Poleng, Gesi beberapa hari lalu. Dia juga batal bayaran karena hajatan dibubarkan oleh tim Satgas Covid-19.
Karena hajatan diminta berhenti dan tamu bubar, Dimas yang disewa untuk mendokumentasikan acara, juga batal bekerja. Bayaran Rp 1,2 juta yang harusnya ia terima, juga batal karena dirinya tidak bisa menjalankan kewajiban.
“Saya juga ikut sakit Mas. Harusnya dapat bayaran, akhirnya batal. Sudah tujuh bukan kami nggak kerja. Apa ya tega belum jadi kerja mau minta bayaran. Pemilik campursari pun pasti juga nggak dibayar karena belum sempat manggung sudah dibubarkan,” keluhnya. Wardoyo