Site icon JOGLOSEMAR NEWS

Perhatian, Penerima Bantuan PKH yang Anaknya Sudah Lulus Sekolah Dimohon Legawa Mundur dari Warga Miskin. Pendamping Diminta Kedepankan Koordinasi ke Kades untuk Pencoretan!

Yu Rebi (kiri) penjual pecel dan Sumarno Iko (kanan) penyandang difabel asal Desa Bedoro, Sambungmacan, Sragen yang memutuskan mundur dari penerima bantuan PKH karena merasa sudah cukup dan ingin mandiri. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dinas Sosial Kabupaten Sragen mengimbau masyarakat penerima bantuan sosial apapun terutama Program Keluarga Harapan (PKH) yang sudah mampu, untuk legawa berhenti atau dicoret dari penerima bantuan.

Sebab selain data akan diverifikasi secara berkala, warga penerima bantuan yang sebenarnya sudah mampu tapi mengaku-aku miskin, bisa dijerat dengan pasal pidana.

Meski demikian, proses pengunduran diri keluarga penerima manfaat (KPM) atau pencoretan, hendaknya didasari sikap legawa dan pendamping PKH ditekankan senantiasa mengoordinasikan dengan Pemdes setempat.

Hal itu disampaikan Kabid Perlindungan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Sragen, Finuril Hidayati kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (29/1/2021). Pernyataan itu dilontarkan menyikapi adanya masukan dari perangkat desa di Tanon, perihal perlunya pencermatan kembali data PKH karena sebagian ada yang sudah mampu.

Finuril mengatakan sebenarnya kriteria tidak mampu sudah ditegaskan oleh Mensos melalui Surat Keputusan Mensos No 146/HUK/2013. Dalam SK
tentang Kriteria Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu itu, ada 11 kriteria seseorang disebut tidak mampu.

Di antaranya tidak memiliki penghasilan tetap, atap rumah dari ijuk, genting atau atap asbes yang tidak baik serta lantai dari tanah, ubin, atau keramik dengan kondisi tidak baik serta 8 kriteria lainnya.

“Pemutakhiran data-data di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) itu dilakukan setiap bulan. Khusus untuk PKH dilakukan terutama menjelang pencairan 3 bulan sekali. Verifikasi dan validasi itu untuk memastikan mana dia yang sudah mampu dan mana yang memenuhi kriteria tidak mampu. Kalau untuk penerima PKH, jika anaknya semua sudah lulus dan tidak masuk kriteria lagi, otomatis ya harusnya dia dikeluarkan dari data,” paparnya.

Ia menguraikan saat melakukan klarifikasi di Desa Tanon, kemarin, dirinya juga sempat mendatangi beberapa KPM penerima PKH yang sebenarnya secara ekonomi sudah lebih mampu. Saat diberikan penjelasan, si KPM tersebut juga sudah menyadari dan Legawa jika memang tidak lagi masuk ke data PKH.

Menurut Finuril, para KPM yang merasa sudah mampu dan tidak layak masuk kriteria, bisa mengajukan pengunduran diri dengan surat pernyataan. Akan tetapi hal itu juga harus mengetahui Kades serta dikoordinasikan dengan pendamping PKH setempat.

Pun dengan KPM yang ketika diverifikasi ternyata sudah berubah jadi mampu, pendamping diharapkan tetap berkoordinasi dengan Kades jika hendak mengajukan pencoretan. Lantas mekanisme pencoretan data hendaknya melalui proses usulan RT atau RW kemudian dibahas di musyawarah desa sebelum kemudian diputuskan dicoret.

“Kami wajibkan usulan pencoretan tetap mengetahui Kades. Karena Kades yang lebih tahu kondisi warganya, dia yang tahu mana-mana warganya yang masuk kriteria miskin dan mana yang tidak layak. Dari musyawarah desa itu, Kades menyetujui dari sekian orang data dari Kemensos yang memang tidak layak ya harus dicoret. Yang penting, pendamping harus komunikasi dengan pengampu wilayah. Sehingga enak dan harapannya benar-benar tepat sasaran,” tuturnya.

Finuril menambahkan Dinsos juga baru saja menerima data tambahan KPM baru per 25 Januari 2021 sebanyak 8.857 orang.

Meski sudah masuk di DTKS Kemensos, tambahan data baru itu tetap akan diverifikasi dan divalidasi ke lapangan untuk memastikan apakah semua layak sebagai warga miskin atau tidak.

“Untuk data penetapan tahun 2021, proses kita sudah berjalan di verifikasi validasi sejak Oktober sampai sekarang belum ditetapkan Kemensos. Karena semua penerima bantuan apakah itu BPNT, PKH dan lainnya harus masuk ke DTKS,” tandasnya. Wardoyo

Exit mobile version