YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sepanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berbasis Mikro di Kota Yogyakarta, Pemerintah Kota (Pemkot) setempat mencatat 72 pelanggaran oleh para pelaku usaha.
Namun, langkah yang diambil sejauh ini masih bersifat persuasif, atau sebatas pembinaan.
Kepala Satpol PP Kota Yogyakarta, Agus Winarno mengatakan sebagian besar pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha ini adalah melebihi jam operasional.
Seperti diketahui bersama, selama PPKM Mikro diterapkan, mereka hanya boleh beroperasi maksimal sampai pukul 21.00 WIB saja.
“Pelanggaran masih berkutat di jam operasional, petugas datang, mereka baru tutup,” ujarnya, Senin (22/2/2021).
Berdasarkan data dari Satpol PP, jenis unit usaha yang melanggar aturan PPKM Mikro tersebut, cukup beragam.
Mulai dari angkringan, warung makan, kafe, restoran, game center, hingga mini market berjejaring.
Agus memastikan, semua yang melanggar mendapat perlakuan sama.
“Kita utamakan pembinaan. Kita panggil untuk membuat pernyataan. Sanksi belum ada, ketika masih nurut, berjanji tidak mengulangi. Kalau tidak, ya terpaksa penindakan. Tapi sejauh ini masih bisa secara persuasif,” cetusnya.
Walau begitu, Agus menyoroti sebuah warung mie di Jalan Tamansiswa yang tidak melanggar jam operasional, namun mengabaikan kerumunan.
Bukan kerumunan pengunjung, melainkan antrean driver ojek online yang datang guna memesan makanan untuk para pelanggannya.
“Di situ selalu terjadi kerumunan teman-teman ojek online. Kita sampai menyurati secara resmi ke operatornya, supaya bisa lebih mengatur para driver-nya,” tandasnya.
“Jadi, apapun yang dilakukan, ketika kita hanya bicara jam operasional, tapi protokol kesehatan tidak diperhatikan, ya sama saja. Yang penting adalah penerapan prokes secara disiplin. Itu yang harus dijaga,” lanjut Kasatpol PP.
Ia pun berharap, kesadaran pelaku usaha, dan masyarakat pada umumnya, bisa semakin baik, seiring diperpanjangnya kembali PPKM Mikro sampai 8 Maret mendatang.
Menurut Agus, penerapan jam malam tersebut hanya media untuk membatasi mobilitas dan aktvitas warga di luar.
“Kita lakukan edukasi secara terus-menerus, tidak hanya di malam hari saja. Tim kami yang keliling itu kan tidak hanya teriak-teriak lewat speaker saja, tapi kalau ada kerumunan mereka tetap harus turun,” pungkasnya.