SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM โ Meskipun zaman sudah semakin modern, sebagian kecil masyarakat di Sragen ternyata masih menjalankan tradisi warisan leluhur.
Salah satunya tradisi di kalangan petani yang biasa disebut methil atau boyong padi. Meski sudah banyak tergeser dan dilupakan, sebagian petani masih setia melakukannya.
Seperti di Desa Gading, Kecamatan Tanon, Sragen. Salah satu sesepuh yakni Mbah Atmo (75) warga Dukuh Karang Kulon, Desa Gading, Kecamatan Tanon, Kabupaten Sragen, masih rutin menjalankan tradisi methil itu setiap musim padi tiba.
Ia menyampaikan methil dalam tradisi Jawa merupakan ritual kecil-kecilan di tengah sawah sebelum padi di panen.
Upacara tersebut mirip dengan kondangan atau kenduren pada umumnya. Namun digelar oleh setiap petani di petak sawahnya sendiri-sendiri.
Acara kenduren itu digelar dengan menyiapkan nasi, ingkung ayam, kerupuk dan lauk-pauk lengkap. Semua sajian itu ditaruh di daun pisang dan daun jati lalu dilengkapi dengan merang dan kemenyan untuk di bakar terlebih dahulu sebelum didoakan bersama.
โTradisi methil padi itu adalah wiwitan boyong mbok Dewi Sri. Itu sebagai ujub syukur atas padi yang sudah akan dipanen,โ paparnya Selasa (9/2/2021).
Tradisi methil juga dilakukan di sawah Karti (55) warga setempat. Mbah Atmo menuturkan tradisi methil itu merupakan warisan leluhur dan dijalankan turun temurun.
Tujuannya sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan nikmat atas hasil padi yang baik siap panen, dijauhkan dari hama sehingga berkualitas dan panen melimpah.
,โKalau orang Jawa percaya methil ini agar bisa ayem tentrem dan bisa bermanfaat pagi pemilik sawah. Ini boyong Mbok Sri untuk dibawa ke rumah agar bisa ayem tentrem padinya bermanfaat,โ jelasnya.
Menurut mbah Atmo, tradisi methil juga merupakan salah satu sarana leluhur dulu mendekatkan diri pada sang pencipta.
Tujuannya adalah minta keselamatan dan kelancaran serta dijauhkan dari bahaya maupun hama yang bisa merusak tanaman padi.
โIni sarana berdoa dan bersyukur karena tanaman padi dijauhkan dari penyakit. Tradisi ini harus diuri-uri. Karena apa, kita ini orang Jawa ya minta berkah pada sang pencipta yang bisa memberikan rezeki nikmat melalui padi disawah ini,โ tuturnya.
Di akhir cerita, Mbah Atmo juga mengungkapkan keprihatinannya karena beberapa waktu terakhir, tradisi itu sudah banyak dilupakan dan ditinggalkan oleh petani.
โDi sini tinggal beberapa orang saja yang masih menjalankan tradisi methil ini,โ pungkasnya. Wardoyo