Oleh : Dr. Triyono*
Era disrupsi membawa perubahan yang pesat dalam aspek kehidupan. Era disrupsi ini membuat cara kerja berubah dan yang semula pekerjaan banyak di perusahaan hilang dan terancam hilang beberapa tahun kedepan. Pekerjaan yang bersifat rutin, transaksional, adaministrasi akan sangat mudah digantikan oleh teknologi. Pekerjaan yang bisa dikoding akan segera digantikan oleh teknologi. Era disrupsi ditandai dengan adanya perubahan yang paradigmatis. Adanya perubahan yang cepat tersebut, tentunya perlu sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhannya yang link and match dengan perubahan masa depan yang cepat berubah.
Untuk mengakselerasi kebutuhan tersebut, pemerintah melalui Kemendikbud mengeluarkan kebijakan kampus merdeka. Kebijakan kampus merdeka yang dikeluarkan Kemendikbud meliputi, pertama kemudahan ijin bagi peruguruan tinggi negeri dan swasta yang memiliki akreditasi A atau B dengan menjalin kerjasama dengan organisasi atau universitas top dunia. Kedua, sistem akreditasi untuk perguruan tinggi secara otomatis dan bersifat sukarela bagi perguruan tinggi dan program studi yang akan naik peringkat. Ketiga, kemendikbud akan mempermudah PTN-BLU dan PTN-Satker untuk menjadi PTN-BH. Keempat, mahasiswa diberi hak untuk belajar di prodi lain selama satu semester atau setara 20 SKS dan untuk kerja lapangan dua semester atau setara 40 SKS. Kebijakan poin keempat tidak berlaku untuk bidang pendidikan dan kesehatan.
Kebijakan yang dikeluarkan tersebut mulai diperbincangkan, ada yang mengkritik dan ada juga yang mengapresiasi. Kritikan yang mencul antara lain kekhawatiran akan menimbulkan komersialisasi pendidikan, adanya porsi magang dan belajar di luar prodi yang lebih besar dapat mengurangi kompetensi pada prodi yanga bersangkutan. Disamping itu juga ada yang medukung kebijakan ini yang beragumentasi akan meningkatkan skil maupun wawasan mahasiswa. Jika kita lihat pada pangkalan data pendidikan tinggi, total mahasiswa yang terdaftar ada 8.670.286 mahasiswa, 4.617 perguruan tinggi dan 34.228 program studi, porsi perguruan tinggi swasta kurang lebih 95%, sehingga kebijakan ini menjadi menantang bagi semua pemangku kepentingan pendidikan tinggi. Dalam masa yang mudah berubah tentunya perguruan tinggi sebagai penghasil SDM yang terpelajar perlu merespon dan mentransformasi pembelajaran untuk menghasilkan lulusan yang unggul.
Kebijakan ini perlu disikapi apa yang seharusnya dilakukan untuk penerapannya dan terlalu dini kalau kebijakan ini sulit untuk dilakukan. Tulisan ini lebih melihat pada poin keempat. Untuk kebijakan poin keempat merupakan implentasi dari Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi pasal 15 ayat 1 bahwa bentuk pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (5) dapat dilakukan di dalam Program Studi dan di luar Program Studi. Bentuk pembelajaran sebagaimana pasal 14 ayat 1 dapat berupa: a. kuliah; b. responsi dan tutorial; c. seminar; d. praktikum, praktik studio, praktik bengkel, praktik lapangan, praktik kerja; e. penelitian, perancangan, atau pengembangan; f. pelatihan militer; g. pertukaran pelajar; h. magang; i. wirausaha; dan/atau j. bentuk lain pengabdian kepada masyarakat.
Untuk implementasi kebijakan tersebut, Kemendikbud telah menerbitkan panduan secara detail dengan kebijakan merdeka belajar. Perguruan tinggi perlu memfasilitasi hak bagi mahasiswa untuk dapat mengambil SKS di luar perguruan tinggi paling lama dua semester atau setara dengan 40 SKS dan dapat mengambil SKS di program studi yang berbeda di perguruan tinggi selama satu semester atau setara dengan 20 SKS. Tentunya hak ini bagi mahasiswa dapat diambil atau tidak diambil. Bentuk pembelajaran yang dilakukan di luar program studi dapat dalam bentuk: (1) Pertukaran pelajar; (2) Magang/praktik kerja; (3) Asistensi mengajar di satuan pendidikan; (4) Penelitian/riset; (5) Proyek kemanusiaan; (6) Kegiatan wirausaha; (7) Studi/proyek independen; (8) Membangun desa/kuliah kerja nyata tematik.
Kebijakan keempat ini menarik jika teraplikasi karena dampakanya akan terasa pada skill mahasiswa. Dari sisi kurikulum, perguruaan tinggi perlu melakukan penyesuaian yang sejalan dengan merdeka belajar. Kurikulum yang didesain perlu mengakomodasi kegiatan diluar sebagai kegiatan pembelajaran kulikuler. Rekognisi kegiatan luar tentunya membawa konsekuensi terhadap pengurangan mata kuliah atau perubahan bentuk pembelajaran. Perguruan tinggi perlu memetakan kegiatan luar program studi yang dapat direkognisi sesuai dengan kemampuan dan kondisi perguruan tinggi masing masing.
Penyesuaian kurikulum tentunya tetap berorentasi pada capian kompetensi masing masing program studi. Apa yang di sampaikan Mendikbud mungkin bisa menjadi kajian dalam penyesuaian kurikulum. Mendikbud kurang lebih mengungkapkan agar anak-anak kita pada saat keluar dari kampus tidak tenggelam di laut terbuka, jangan dilatih hanya di kolam renang, sekali kali pergi ke pantai latihan di laut. Dalam kaitannya dengan desain kurikulum setidaknya dapat dilakukan dengan mengubah desain kolam renang seperti laut.
Untuk mengakselerasi merdeka belajar, perguruan tinggi tentunya membuat kebijakan atau panduan akademik kegiatan pembelajaran di luar program studi. Program yang akan dilaksanakan hendaknya telah ada kesepakatan antara perguruan tinggi dengan mitra atau antar fakultas dalam perguruan tinggi. Program merdeka belajar yang disiapkan perguruan tinggi didaftarkan pada pangkalan data pendidikan tinggi.
Sementara peran fakultas atau prodi menyiapkan dokumen teknis kerjasama dengan mitra yang relevan, menyesuaikan kurikulum, menawarkan mata yang bisa bisa diambil oleh mahasiswa di luar prodi dan luar perguruan tinggi beserta persyaratannya, melakukan ekuivalensi mata kuliah dengan kegiatan pembelajaran luar prodi dan luar perguruan tinggi, dan sekiranya ada ada mata kuliah/SKS yang belum terpenuhi dari kegiatan pembelajaran luar prodi dan luar Perguruan Tinggi, dapat disiapkan alternatif mata kuliah daring.
Dalam konteks ini, program studi dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menentukan program-program yang meningkatkan kompetensi lulusan yang bermartabat, baik soft skill atau hard skill yang relevan dengan perubahan tuntutan zaman. Mudah-mudahan dengan kebijakan merdeka belajar-kampus merdeka menjadikan wajah perguruan tinggi kita menjadi lebih baik dan lebih maju. (*)
*—Penulis adalah Pengajar FEB – UMS—-