SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati resmi mengeluarkan Surat Edaran (SE) No. 360/055/038/2021 menindaklanjuti instruksi gerakan Jateng di Rumah Saja.
SE tersebut berisi tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan Dalam Rangka Mewujudkan Gerakan Jawa Tengah di Rumah Saja Pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Tahap II di Kabupaten Sragen, 6-7 Februari besok.
Dalam SE yang ditandatangani tanggal 3 Februari rsebut tercatat ada sembilan point utama terkait ketentuan selama dua hari program Jateng di Rumah Saja.
Di antaranya SE Gubernur Jawa Tengah terkait gerakan Jateng di Rumah Saja dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan kearifan lokal di wilayah masing-masing.
Kemudian, poin kedua seluruh komponen masyarakat di himbau untuk tinggal di rumah/kediaman/tempat tinggal dan tidak melakukan aktivitas di luar lingkungan rumah, kediaman atau tempat tinggal masing-masing secara serentak pada Sabtu dan Minggu (6-7/2/2021).
Lantas, poin ketiga Selama pemberlakuan gerakan Jateng di Rumah Saja, khusus bagi PNS atau Aparatur Sipil Negara (ASN) baik PNS dan PPPK maupun Perangkat Desa/Kelurahan wajib untuk di rumah saja.
Mereka diminta tidak melakukan aktivitas acara atau bepergian keluar rumah, kecuali untuk ASN, PPPK, Perangkat Desa/Kelurahan yang melakukan tugas fungsi dalam urusan darurat.
Seperti PNS di bidang kesehatan, kebencanaan, keamanan, penegakan protokol kesehatan diperbolehkan melakukan aktivitas keluar rumah apabila terjadi keadaan darurat yang bersifat memaksa terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya.
Lantas, Dinas Satpol PP, TNI/Polri dan tim gabungan protokol kesehatan, Camat, Kepala Desa/Lurah, Satgas Jogo Tonggo agar melakukan patroli dan operasi serentak.
Operasi dilakukan terkait penegakan disiplin protokol kesehatan secara masif di seluruh wilayah Kabupaten Sragen selama pemberlakuan gerakan Jateng di Rumah Saja.
Kegiatan masyarakat yang dilakukan di fasilitas umum, olahraga, kegiatan sosial budaya, kegiatan destinasi wisata dan pusat rekreasi ditutup selama pemberlakuan gerakan Jateng di Rumah Saja.
Kegiatan hajatan di masyarakat dalam bentuk apapun untuk dihentikan atau ditunda. Kecuali untuk kegiatan akad nikah, kematian, dan kegiatan lain yang bersifat darurat dihadiri maksimal 10 orang.
Camat/Lurah/Kepala Desa, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, Instansi Vertikal, Asosiasi Usaha, BUMN/BUMD dan pihak terkait lainnya untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi kepada masyarakat dan dunia usaha di wilayahnya masing-masing.
Berikutnya, Kepala Kepolisian Resor Sragen dan Komandan Komando Distrik Militer 0725/Sragen di mohon bantuannya untuk mendukung pelaksanaan Gerakan Jawa Tengah di Rumah Saja sampat level terbawah.
Bupati menguraikan pihaknya tak bisa melaksanakan secara penuh seluruh poin yang ada pada SE Gubernur tersebut. Hal tersebut mengingat situasi dan kondisi kabupaten masing-masing.
Ia mencontohkan pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang diterapkan 2 tahap ini pun pada implementasinya juga berbeda-beda antara satu daerah dengan yang lain.
“Mohon maaf saya harus sampaikan sulit (bisa diterapkan penuh). Sedangkan PPKM saja implementasi tiap kabupaten beda-beda, tidak ada sinkronisasi antara kepala daerah,” terangnya.
Lantas, pembatalan penutupan pasar dan sendi ekonomi itu juga semata-mata mempertimbangkan banyaknya masukan dari para pedagang kecil, UMKM.
Keputusan ini, terpaksa diambil sebagai bentuk keberpihakan kepasa masyarakat. Pihaknya mengaku sudah mencoba menyosialisasikan SE Gubernur ke pasar-pasar dan responnya ternyata gelombang penolakannya begitu besar.
“Mesakke (kasihan) lah. Kalau sampai betul-betul ditutup dua hari tidak jualan itu kasihan. Jadi menurut kami kita harus berpihak pada kepentingan masyarakat. Apalagi selama ini mereka sudah banyak terdampak kebijakan PPKM dan sebagainya. Lurah pasar sempat kita coba sosialisasi ini ada SE Gubernur lho. Reaksinya sangat-sangat menolak, luar biasa (menolak),” ujar dia.
Lebih lanjut, Yuni juga menekankan selama ini pemerintah juga tak memberikan kompensasi kepada mereka yang terdampak jika pasar-pasar. Sehingga kebijakan penutupan meski hanya dua hari, tentu akan memberatkan masyarakat.
“Mesakke (kasihan), gitu aja intinya. Apakah mereka akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah? Kalau hanya pembebasan retribusi mudah, tapi kalau kompensasi sedemikian banyak dalam waktu dua hari kita tidak mempunyai kecukupan itu. Jadi bukan hanya masalah dua hari saja kalau ini, sudah menyangkut hajat hidup ribuan warga,” imbuhnya. Wardoyo