Beranda Umum Nasional Pemerintah Dinilai Selalu Bermain Dua Kaki Dalam Konflik Parpol, Termasuk di Kasus...

Pemerintah Dinilai Selalu Bermain Dua Kaki Dalam Konflik Parpol, Termasuk di Kasus Demokrat

Ketua DPD Partai Demokrat Sumatera Utara, Heri Zulkarnain / tribunnews

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemerintah dinilai hampir selalu bermain di dua kaki saat menyikapi konflik dan perpecahan di tubuh Partai Politik (Parpol), termasuk gejolak di tubuh partai demokrat yang berujung pada penetapan Moeldoko sebagsi ketua umum.

Hal itu dilontarkan oleh pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari. Dia  mengatakan, netralitas pemerintah diuji dalam menyikapi polemik Partai Demokrat setelah Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara.

Feri mengatakan pemerintah harus menjalankan ketentuan sesuai yang telah diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

“Pemerintah harus mematuhi undang-undang itu, pihak-pihak yang tidak menjalankan proses sebagaimana ditentukan undang-undang harus ditolak,” kata Feri kepada Tempo, Ahad, 7 Maret 2021.

Feri menilai, pemerintah saat ini masih menunjukkan bersikap dua kaki dalam merespons kisruh Partai Demokrat. Ia menyebut sikap ini terlihat dari sejumlah pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.

Menurut Feri, pemerintah tak menunjukkan sikap tidak setuju terhadap KLB Deli Serdang, tetapi juga tak mengabaikan legalitas kepengurusan AHY. Ia lantas menyinggung pola yang sama pernah terjadi dalam kisruh dualisme Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, hingga Partai Keadilan Sejahtera.

Baca Juga :  Konsekuensi Penggunaan AI dalam Proses Pembelajaran, Ini Warning dari Wakil Menteri Stella Christie

“Kalau dibaca sejarah perselisihan kepengurusan partai selalu pemerintah pasang dua kaki dan membiarkan bentrokan terjaga dan berjalan,” ujar dia.

Meskipun, menurut Feri, polemik yang dialami Demokrat ini lebih mirip dengan yang terjadi pada PPP dan PKB. Ia menyebut, ada potensi negara terlalu jauh ikut campur hingga merugikan partai politik terkait.

“Kalau kita lihat peran negara ada, KSP terlibat. Mau tidak mau, tidak mungkin menafikan tuduhan Istana terlibat memelihara konflik ini,” kata Feri.

Ia mengatakan bukan tak mungkin KLB Demokrat adalah bagian untuk menempatkan partai mercy itu dalam konflik tak berkesudahan. Imbasnya, partai politik akan dirugikan, misalnya kehilangan fokus hingga tak dapat mengikuti pemilihan, suara anjlok, dan sebagainya.

Selain merugikan partai politik, Feri mengatakan hal ini akan merugikan publik pemilih partai tersebut. Mereka disebutnya akan kebingungan dengan dualisme yang terjadi.

Maka dari itu, Feri mengatakan netralitas pemerintahan Jokowi diuji dalam menyikapi polemik Partai Demokrat ini. Ia mengatakan sikap pemerintah yang tak netral akan berbahaya bagi demokrasi serta tatanan koalisi dan oposisi.

Baca Juga :  Nilai Pilkada 2024 Diwarnai Banyak Kecurangan, Megawati: Demokrasi Indonesia Terancam Mati

Hal ini mengingat Demokrat saat ini adalah satu dari dua partai oposisi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan tujuh fraksi lainnya merupakan koalisi pendukung pemerintah.

“Bagaimana pun tukang koreksi itu harus ada, dibangun sedemikian rupa agar mereka juga punya kesempatan untuk menyalurkan aspirasi politik yang berbeda ke pemerintah. Kalau tidak, hanya akan ada suara tunggal kebijakan tunggal yang oleh wakil rakyat disetujui, padahal publik bisa jadi tidak setuju,” ujar Feri.

www.tempo.co