Beranda Market Presiden Jokowi Ajak Gaungkan Benci Produk Luar Negeri, Menteri Perdagangan Mengaku Salah

Presiden Jokowi Ajak Gaungkan Benci Produk Luar Negeri, Menteri Perdagangan Mengaku Salah

Presiden Joko Widodo saat memberikan pidato dalam pembukaan rapat Kementerian Perdagangan, Kamis (4/3/2021). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Presiden Joko Widodo mengajak kepada masyarakat Indonesia agar lebih mencintai produk dalam negeri dibandingkan produk impor. Jokowi bahkan secara gamplang mengajak agar menggaungkan sikap benci produk luar negeri.

Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi pembukaan rapat kerja Kementerian Perdagangan, pada Kamis (4/3/2021).

Dalam kesempatan itu, Jokowi meminta Kementerian Perdagangan agar memiliki kebijakan dan strategi yang tepat untuk mengembangkan pasar produk nasional. Salah satunya dengan mendukung program Bangga Buatan Indonesia.

Menurut Jokowi, penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 270 juta jiwa seharusnya dapat menjadi konsumen paling loyal terhadap produk dalam negeri, lebih mencintai produk lokal dibandingkan impor.

“Jumlah 270 juta adalah pasar yang besar. Ajakan untuk cinta produk Indonesia harus terus digaungkan. Produk dalam negeri, gaungkan. Gaungkan juga benci produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta, tapi juga benci. Jadi cinta barang kita, tapi benci produk luar negeri,” ujar Jokowi.

Mengaku Salah

Terkait pernyataan Jokowi tentang benci produk luar negeri, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku hal tersebut karena kesalahannya, karena sebelumnya dia yang memberikan laporan kepada presiden.

“Saya mohon kepada rekan media untuk tidak membesar-besarkan permasalahan ini. Yang salah ini adalah menteri perdagangan, yaitu saya sendiri, karena saya memberikan laporan kepada beliau sesaat sebelum acara dimulai,” ujar Lutfi.

Baca Juga :  Perhatian! Ini Cara Klaim Skin dan Diamond di Webpage Wedrink: Kolaborasi Seru Wedrink x MPL

Pernyataan Jokowi itu, menurut dia, merupakan bentuk kekecewaan terhadap adanya praktik tidak adil dalam perdagangan digital terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

“Bukan hanya kekecewaan beliau, tapi kekecewaan kita semua karena praktik-praktik yang tidak adil ini menyebabkan kerusakan masif bagi perkembangan UMKM,” ungkap Lutfi.

Laporan Mendag

Sebelumnya, Lutfi sempat menyampaikan melaporkan terkait praktik itu diduga dilakukan oleh perusahaan e-commerce yang mematikan usaha kecil. Misalnya, terjadinya predatory pricing atau harga dipatok sangat murah untuk membunuh kompetisi dan pesaing.

“Dengan demikian tidak tercapai asas perdagangan yang penting yaitu perdagangan yang adil serta membawa manfaat kepada pembeli dan penjual,” ujar dia.

Menurut Lutfi, Jokowi membenci praktik ilegal dalam perdagangan tersebut. Sebab, itu membuat banyak pelaku UMKM bertumbangan.

Laporan itu juga diperkuat oleh sebuah tulisan keluaran lembaga internasional mengenai hancurnya kegiatan UMKM bidang fesyen Islam di Indonesia.

Lutfi mengatakan laporan tersebut memuat kisah industri rumah tangga yang maju menjual hijab di kisaran tahun 2016-2018. Usaha tersebut berkembang pesat sampai mempekerjakan 3.400 tenaga kerja yang ongkosnya bisa mencapai lebih dari 650 ribu dolar AS. Namun, kemajuan usaha industri tersebut terekam oleh Artificial Intelligence yang dimiliki perusahaan digital asing.

Baca Juga :  Makan Soto Bersama Agus-Fajar, Jokowi: Boyolali Harus Menang, Boyolali Kembali Tersenyum

“Kemudian disedot informasinya dan dibuat industrinya di China, serta diimpor barangnya ke Indonesia. “Mereka membayar 44 ribu dolar AS sebagai bea masuk, tapi menghancurkan industri UMKM tersebut,” kata Lutfi.

Produk itu ternyata dijual sangat murah, yaitu sekitar Rp1.900 per potong. Akibatnya UMKM pun menjadi sulit bersaing dan akhirnya gulung tikar. “Inilah yang menyebabkan kebencian produk asing yang diutarakan presiden, karena kejadian perdagangan yang tidak adil, tidak menguntungkan, dan tidak bermanfaat,” ujarnya.

Namun, Lutfi menegaskan bahwa presiden juga tidak mendukung proteksionisme. Pasalnya, pemerintah menilai bahwa sikap proteksionisme itu tidak akan memberikan nilai tambah untuk kesejahteraan Indonesia.

www.tempo.co