JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih, mendukung keputusan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang tidak memberikan izin untuk uji klinis tahap II vaksin Nusantara.
Menurut Daeng, vaksin Nusantara tetap harus mengikuti mekanisme yang ada sebelum mendapatkan izin dari BPOM dan tidak hanya berbekal semangat nasionalisme.
“Prosedur dan protokolnya itu harus juga disesuaikan. Jangan hanya kita berpikir niat nasionalisme ini sendiri kemudian, ini niatnya nasionalisme sudahlah protokolnya cincai tidak apa-apalah, ya kan tidak bisa begitu,” ujar Daeng dalam sebuah diskusi daring, pada Sabtu (17/4/2021).
Ditambahkan Daeng, mendukung vaksin buatan dalam negeri tentu merupakan hal yang baik. Namun, niat baik tersebut jangan sampai mengesampingkan tiga unsur utama dalam proses perizinan vaksin, yakni keamanan, khasiat, dan kualitas.
“Jadi mari kita fokus pada prosedur dan protokol dalam pengembangan vaksin. Makanya ini perdebatan nasionalisme lokal kadang-kadang kurang begitu tertarik, karena platform dendritik ini tidak pertama kali di Indonesia,” ujar Daeng.
Menurut Daeng, BPOM sudah tepat dalam keputusannya yang tidak memberikan izin uji klinis tahap II vaksin Nusantara. Pasalnya, BPOM menggunakan standar internasional dalam memeriksa semua obat dan makanan, termasuk vaksin.
Jika BPOM sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberikan izin dinilai tak profesional oleh DPR, ia menilai hal tersebut sangat disayangkan. Karena hingga saat ini, BPOM telah mengeluarkan banyak izin untuk obat yang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, tanpa menyebabkan efek negatif.
“Itu kan sayang sekali, itu membangunnya luar biasa itu dan sudah banyak yang dikerjakan untuk menjaga kemananan dan keselamatan rakyat. Masa kita kembangkan isu-isu yang kemudian menjatuhkan kehormatan kelembagaan, itu kan perlu kita sayangkan,” kata Daeng.
BPOM Dituding Bohongi Publik
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Emanuel Melkiades Laka Lena mengkritik pernyataan Kepala BPOM Penny K Lukito yang tak mengizinkan uji klinis tahap II vaksin Nusantara dan menudingnya telah membohongi publik dan peneliti dengan pernyataannya tersebut.
Ia mengacu pada hasil kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi IX dengan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro, Terawan, dan sejumlah peneliti pada Rabu (10/3/2021).
Rapat tersebut menghasilkan kesimpulan, kata Melki, BPOM diminta untuk segera mengeluarkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis tahap II vaksin Nusantara selambat-lambatnya pada 17 Maret 2021. Inilah yang membuat ia menilai bahwa Penny telah berdusta.
“Ketika Bu Penny sebagai Kepala BPOM menjelaskan kepada publik kan mendramatisasi seolah-olah ini (vaksin Nusantara) berbahaya, dengan 71 persen dia gambarkan itu berisioko dan sebagainya. Kan itu sudah kita bahas di DPR RI dan tidak ada masalah,” ujar Melki.
Setelah pernyataan BPOM yang tak mengizinkan vaksin Nusantara untuk dilanjutkan ke tahap II uji klinis, Melki mengaku langsung berkomunikasi dengan para peneliti. Ia menyebut para peneliti sedih mendengar kabar tersebut.
“Mereka (peneliti) bilang gini, ‘kok bisa ya Kepala Badan POM itu menipu publik ya, data yang kami berikan A dibilang menjadi B’, gitu loh dan membuat publik menjadi khawatir dengan vaksin Nusantara, ini bisa masuk kategori pembohongan publik,” ujar Melki.