JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Dulu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki mekanisme pengambilan keputusan secara kolektif kolegial. Namun di era Firli Bahuri, mekanisme kolektif kolegial sudah tidak ada lagi. Hal itu dikatakan oleh Kepala Satuan Tugas Penyelidik KPK, Harun Al Rasyid yang juga ikut dinonaktifkan.
Harun mengatakan, penyelenggaraan Tes Wawasan Kebangsaan menjadi salah satu modus yang dijadikan syarat alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
“KPK itu sudah tidak ada kolegial, Ketua KPK yang gigih dan getol mendorong untuk dilakukannya Tes Wawasan Kebangsaan,” kata dia lewat pesan teks, Rabu (12/5/2021).
Ketentuan bahwa pimpinan KPK mengambil keputusan bersama alias kolektif kolegial tercantum dalam Pasal 21 ayat 4 Undang-Undang KPK.
Harun mengatakan telah berkomunikasi dengan pimpinan KPK lainnya mengenai pengambilan keputusan penyelenggaraan tes itu.
Dia berharap pimpinan lainnya mau bersuara. Dengan begitu, dia berharap akal-akalan untuk memecat para pegawai bisa dihentikan.
“Andai saja pimpinan lain berani menyatakan bahwa yang disampaikan Ketua KPK soal tes ini tidak benar dan omong kosong, pasti sudah game over permainan ini,” kata dia.
Dua Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango belum merespon pesan konfirmasi mengenai tudingan Harun.
Harun mengatakan tes wawasan kebangsaan hanyalah modus untuk menyingkirkan orang-orang yang berintegritas.
Harun mengatakan akan membuktikan siapa yang sebenarnya tidak berintegritas, tidak netral dan radikal.
“Siapa pula yang sering bermain politik, siapa yang tidak steril dengan pihak-pihak yang berperkara,” kata dia.
Harun adalah salah satu dari 75 pegawai KPK yang dinonaktifkan Firli Bahuri karena dianggap tidak lolos TWK.
Selain Harun, penyidik senior Novel Baswedan dan Ambarita Damanik masuk daftar tersebut. Mereka adalah pegawai KPK yang kerap menangani kasus-kasus kakap.