JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM —Pro kontra soal pemecatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bergulir. Pihak yang mendukung dan menolak juga saling berhadapan.
Seperti yang ditunjukkan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang menantang pakar hukum pidana, Prof Romli Atmasasmita untuk debat terbuka tentang Tes Wawasan Kebangsaan atau TWK pegawai KPK yang berujung pemecatan.
“Tujuan debat ini bukan sekedar untuk gagah-gagahan saja, tapi juga merupakan tempat untuk berdiskusi, merawat nalar kritis dan juga sebagai bagian dari bentuk dukungan mahasiswa terhadap KPK,” kata Wakil Presiden BEM KM Unnes 2021 Franscollyn Mandalika Gultom, Sabtu, 29 Mei 2021.
BEM Unnes menjadwalkan debat tersebut pada pada Senin, 31 Mei 2021, pukul 14.00 WIB hingga selesai. Debat diselenggarakan secara virtual melalui Zoom Meeting antara Romli dan Franscollyn.
Frans mengatakan, BEM Unnes sebelumnya juga telah melayangkan surat terbuka kepada Romli. Dalam surat itu, mereka menyampaikan kekecewaan terhadap pernyataan Romli yang berpihak pada TWK dan alih status pegawai KPK. BEM Unnes juga kecewa atas pernyataan Romli yang menyebut opini koalisi guru besar anti TWK tidak memiliki dasar hukum dan keliru.
“Kami memandang justru pernyataan Prof Romli lah yang keliru dan patut disesalkan. Kami sepaham dengan Koalisi Guru Besar Lintas Universitas yang berkesimpulan bahwa TWK tidak berdasarkan hukum,” kata dia.
Menurut Frans, Romli tidak melihat secara utuh permasalahan pada TWK. Padahal, tes tersebut memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang tidak logis dan terindikasi rasialis.
Frans menuturkan, kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia juga semakin memprihatinkan karena terus mengalami kemunduran. Salah satunya dibuktikan dengan merosotnya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang dirilis Transparency International Indonesia (TII), Indonesia berada pada skor 37 dengan ranking 102 atau turun 3 poin dari 2019 lalu.
Keadaan tersebut kemudian diperparah dengan kondisi KPK yang kini tengah berada pada titik nadir. Frans mengatakan KPK dipastikan kehilangan taringnya dengan adanya revisi UU KPK, alih status pegawai menjadi ASN, disingkirkannya pegawai berintegritas.
“Pada saat seperti inilah sebetulnya publik berharap banyak kepada para akademisi untuk berada di garda terdepan dalam mengembalikan KPK dan memperkuat upaya pemberantasan korupsi,” ujar dia soal dampak buruk tes wawasan kebangsaan pegawai KPK.(ASA)