SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Puluhan perajin tahu di sentra tahu Kampung Teguhan, Kelurahan Sragen Wetan, Kecamatan Sragen menuntut pemerintah melalui dinas terkait segera mencari solusi untuk menurunkan harga kedelai.
Mereka menuntut jika harga kedelai impor tetap tinggi dan tidak ada pengganti, maka pemerintah harus berani memberikan subsidi agar harga kedelai bisa terjangkau.
Tuntutan itu disampaikan saat digelar pertemuan antara paguyuban perajin tahu Kampung Teguhan dengan perwakilan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sragen di Kampung Teguhan, Jumat (28/5/2021).
Salah satu perajin tahu, Hadi Widodo mengatakan semua perajin tahu di Teguhan mengeluh akibat mahalnya harga kedelai impor yang menjadi bahan baku.
Karena harga makin melambung dan tak bisa menutup biaya produksi, perajin akhirnya sepakat mogok produksi sejak dua hari lalu. Upaya menekan kerugian dengan menaikkan harga dan mengurangi ukuran tahu, tak lagi bisa menutup biaya.
Sebab harga kedelai semakin terus melambung. Selain berharap perhatian pemerintah, aksi mogok dilakukan untuk memberikan pemahaman ke konsumen bahwa saat ini perajin benar-benar tak berdaya akibat mahalnya kedelai.
“Mogok ini sampai kapan tidak tahu.
Sebenarnya ketika harga kedelai sudah Rp 8.000-9.000, solusi bisa diatasi dengan menaikkan harga. Tapi harga terus melambung. Hari ini saya jualan, tapi hasilnya dibelikan kedelai untuk besok tidak bisa laku. Mogok ini juga biar konsumen tahu kalau kedelai memang larang tenan,” paparnya.
Perajin lainnya, Dewi meminta pemerintah bisa berupaya menurunkan harga kedelai kembali di angka Rp 6.000 sampai Rp 7.000 seperti dulu. Dengan harga kedelai sudah di atas Rp 10.000 perajin tidak bisa lagi memproduksi.
“Situasi harga kedelai saat ini benar-benar membuat perajin terpuruk. Ini tadi saya dengar perajin tempe dari Ngepringan dan perajin tahu di Karanganyar juga mau mogok. Kalau mogok, banyak karyawan yang tidak bekerja lagi,” timpal Kamidi, perajin lainnya.
Sementara, perajin lainnya Rustanto, menegaskan saat ini tidak ada yang bisa menyelamatkan perajin kecuali turunnya harga kedelai.
Ia meminta jika memang harga dari importir sudah mahal, pemerintah bisa memberikan subsidi harga sehingga harga bisa terjangkau dan perajin bangkit lagi.
“Dulu saat harga kedelai Rp 6.000- 7.000 nyatanya bisa disubsidi pemerintah jadi Rp 3.000-4.000. Kalau dulu bisa, kenapa sekarang enggak. Apalagi Pak Menteri UMKM sudah meminta bagaimana agar UMKM bisa bergerak membantu negara. Tapi nyatanya pengusaha mendelep kabeh karena harga kedelai mahal. Solusinya cuma satu nek rego dele medun pasti bisa produksi lagi (kalau harga kedelai turun pasti bisa produksi),” tegasnya.
Perajin lainnya, Sri Mulyani menyebut saat ini ada sekitar 75 sampai 100 perajin tahu di Teguhan yang mogok produksi.
Sehari sebelum mogok, dirinya sempat ditawari oleh Dinas Pertanian Provinsi yang siap menyuplai kedelai lokal dengan harga Rp 8.500 perkilo. Pihak dinas siap menanggung biaya transport.
Namun kabar baik itu tertahan karena perajin kesulitan menyiapkan uang pembayaran senilai Rp 85 juta untuk 10 ton kedelai hanya dalam waktu sehari.
Kabid Perdagangan Disperindag Sragen, Moh Farid Wajdi menyampaikan pihaknya sudah mengecek harga di Pasar Bunder, Gondang dan Gemolong yang menunjukkan harga kedelai saat ini di angka Rp 10.200-10.250.
Terkait mahalnya harga kedelai, dari Pemprov sudah mengecek importir kedelai bahwa harga turun dari kapal sudah Rp 10.150 perkilo. Sementara saat ini tidak ada lagi kedelai lokal karena petani tidak ada yang menanam.
“Kami sudah minta kalau ada operasi pasar, Sragen tolong diprioritaskan.
Rencana besok Senin kita mau rapat dengan dinas pertanian yang tahu link kedelai lokal. Sehingga kita bisa koordinasi dengan mereka tentang ketersediaan kedelai lokal sebagai alternatif pengganti kedelai impor,” tuturnya. Wardoyo