Beranda Umum Nasional Pemerintah Dukung Program Inklusi Keuangan bagi Pesantren

Pemerintah Dukung Program Inklusi Keuangan bagi Pesantren

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto / Istimewa

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM Kinerja perekonomian sektor halal dinilai mampu menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan perekonomian nasional selama pandemi Covid-19.

Hal itu dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto dalam  pembukaan Seminar Nasional Sinergi dan Kolaborasi Program Mendukung Inklusi Keuangan bagi Pesantren, Kamis (27/5/2021).

Airlangga mencontohkan, pada tahun 2020 lalu, pertumbuhan Halal Value Chain terkontraksi sebesar -1,72%. Ini lebih rendah dibanding kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar -2,1%.

“Koordinasi dan sinergi harus terus dipertahankan dan diperkuat dalam mendukung inklusi keuangan bagi pesantren,” tutur Menko Airlangga, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemarnews.

Dikatakan, inklusi keuangan di Indonesia terus mengalami peningkatan. Airlangga memerinci, kepemilikan akun pada 2020 sebanyak 61,7%. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2018 yang hanya sebesar 55,7%.

Sementara itu penggunaan akun sebanyak 81,4% tahun 2020. Hal itu sejalan dengan berbagai upaya yang telah dilakukan oleh Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dalam pencapaian target inklusi keuangan sebesar 90% pada 2024.

Namun demikian, inklusi keuangan syariah menurun dari 11,1% pada 2016 menjadi 9,1% pada 2019. Tapi di sisi lain, literasi keuangan syariah naik dari 8,11% menjadi 8,93%.

Posisi Indonesia sebagai negara muslim terbesar, menurut Airlangga, memberikan peran yang tidak kecil dalam kondisi tersebut.

Baca Juga :  Operasi Tangkap Tangan Bakal Dihapus, Jika Johanis Tanak Jadi Ketua KPK

Status tersebut, menurut Airlangga menunjukkan bahwa program inklusi keuangan syariah masih memiliki banyak ruang atau peluang untuk tumbuh lebih tinggi.

“Pelaku usaha mikro dan kecil dan masyarakat lintas kelompok yang di dalamnya merupakan pelajar, santri, mahasiswa dan pemuda merupakan kelompok sasaran Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI),” bebernya.

Kelompok sasaran tersebut diharapkan dapat berkontribusi dalam meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia.

Potensi ekonomi pondok pesantren (Ponpes) juga sangat besar dengan jumlahnya di Indonesia mencapai 28.194 pesantren pada 2020.

Fungsi Ponpes sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2019 tentang Pesantren tidak terbatas hanya untuk pendidikan dan dakwah, namun juga untuk pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat di lingkungan sekitarnya.

Dalam upaya percepatan inklusi keuangan bagi Ponpes, Kemenko Perekonomian bersama anggota DNKI melaksanakan berbagai sinergi program.

Di antaranya meliputi implementasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) pesantren, pembiayaan One Pesantren One Product (OPOP) melalui KUR Syariah, agen laku pandai pesantren, program kemitraan UMK Naik Kelas, Pesantren Go Digital, keagenan koperasi dan tabungan emas.

Selain itu ada pula program edukasi keuangan terapan bagi pengurus koperasi pesantren, pembiayaan usaha perempuan melalui Bank Wakaf Mikro (BWM) pesantren, dan pengembangan Halal Value Chain (HVC) melalui koperasi pesantren mart digital.

Sekretariat DNKI pun memfasilitasi sinergi dan kolaborasi program antara Bank Mandiri, Pertamina, Telkom Indonesia, Pegadaian dan Jamkrindo dengan Koperasi Umat Rejaning Karyo (Ureka).

Baca Juga :  Kemenaker Tengah Mengkaji Kewajiban Sritex Terhadap Karyawannya, Jika Sampai Terjadi PHK

Berperan sebagai pembina dalam sinergi tersebut Habib Luthfiy Ali bin Yahya, yang dilakukan melalui implementasi bisnis ritel usaha pesantren Ureka Mart.

Ureka Mart yang didukung Pontren Mart dalam operasinya bukan hanya berfungsi komersial, namun juga sentralisasi edukasi dan literasi keuangan untuk masyarakat.

“Sekretariat DNKI bekerja sama dengan Koperasi Ureka melakukan piloting Koperasi Ureka Mart Digital pada 11 wilayah meliputi Pekalongan, Jepara, Bengkulu, Mojokerto, Semarang, Bekasi, Bogor, Pasuruan, Bandar Lampung, Palembang dan Makassar,” tambah Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian, Iskandar Simorangkir. Suhamdani