JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex akan menggelar rapat umum pemegang saham tahunan pada Jumat besok, 28 Mei 2021.
Salah satu mata acara rapat tersebut adalah permintaan persetujuan kepada pemegang saham untuk perubahan kegiatan usaha perseroan.
Dalam keterbukaan informasi yang terdapat pada laman Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 26 Mei 2021, Sritex menyebutkan bakal menambah usaha produksi masker dari kain dan juga memproduksi alat pelindung diri (APD).
Hal itu seiring meningkatnya kebutuhan barang-barang tersebut selama pandemi Covid-19.
Terkait rencana menambah usaha produksi masker kain dan APD tersebut, Sritex telah menugaskan PIC sebagai tenaga ahli profesional.
Orang yang ditunjuk adalah pria berkebangsaan India, Kumar Jain dengan pengalaman 38 tahun di industri tekstil bidang production management, quality system management, product development, dan international marketing.
Melalui dukungan teknologi dan sumber daya manusia yang ada, perseroan telah mendapatkan Sertifikat ISO 16604 Class 3 pada 28 April 2020 dan mendapatkan penetapan lolos standar internasional oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Organisasi Kesehatan Duni (WHO) pada 1 Juni 2020 lalu.
Emiten berkode saham SRIL tersebut memproyeksikan laba atas kegiatan usaha pada tahun ini sebesar Rp 30,46 miliar dengan pendapatan sebesar Rp 208,86 miliar.
Adapun pada tahun 2022, perseroan memproyeksikan penurunan laba dan pendapatan masing-masing menjadi Rp 8,9 miliar dan Rp 116,9 miliar.
Laba diproyeksikan menurun karena perkiraan masa pandemi Covid-19 bakal menurunkan volume penjualan.
Kemudian pada proyeksi tahun-tahun berikutnya, SRIL memproyeksikan pendapatan dan laba bakal naik secara bertahap hingga tahun 2025.
Sejak awal tahun 2020 saat pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia, Sritex melihat kebutuhan barang-barang sanitasi serta APD sangat tinggi sehingga kekurangan stok pun dirasakan oleh Indonesia. Kalaupun stok tersebut ada, dijual dengan harga yang tinggi.
“Tergerak oleh semangat untuk membantu Indonesia dalam memenuhi kebutuhan demi menghadapi virus corona ini, perseroan berinisiatif memproduksi masker dari kain juga memproduksi APD,” tulis perseroan dalam keterbukaan informasi yang dikutip pada Rabu, 26 Mei 2021.
Sebelumnya, perdagangan saham SRIL dihentikan sementara semenjak Selasa pekan lalu, 18 Mei 2021 oleh BEI.
Penghentian perdagangan karena tak terealisasinya pembayaran pokok dan bunga surat utang jangka menengah alias Medium Term Notes (MTN) yang semestinya dibayar Sritex pada sehari sebelumnya, 17 Mei 2021.
Adapun RUPST dilakukan usai emiten tekstil dan garmen tersebut resmi menyandang status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara pada 6 Mei 2021.
Status ini diberikan setelah majelis hakim pengadilan niaga pada Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan gugatan PKPU CV Prima Karya kepada Sritex.
Dengan begitu, Sritex dan tiga anak usahanya yakni Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya resmi dalam PKPU Sementara untuk 45 hari setelah putusan diketok.
Begitu pula dengan pabrik bahan baku serat rayonnya, PT RUM, yang berstatus PKPU pada tanggal yang sama.
Sementara itu, entitas usaha Sritex yang berstatus PKPU yang terakhir adalah PT Senang Kharisma Textil. Sempat lolos dari gugatan PT Bank QNB Indonesia, Senang Kharisma Textil digugat PKPU oleh Nutek Kawan Mas.
Artinya, saat ini ada enam perusahaan terkait Sritex berstatus PKPU. Keenam perusahaan itu adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), PT Rayon Utama Makmur (RUM), PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Senang Kharisma Textil.
Gugatan yang dilayangkan kepada enam perusahaan Grup Sritex tersebut diajukan oleh empat pihak yang berbeda mulai dari PT Swadaya Graha, CV Prima Karya, Bank QNB Indonesia, PT Nutek Kawan Mas dan sebuah perusahaan kargo yakni PT Indo Bahari Ekspress.