SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penanganan kasus dugaan korupsi dengan modus penyimpangan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) berbuntut pengalihan tanah negara untuk lima oknum panitia di Desa Trombol, Mondokan, Sragen tahun 2018, menuai sorotan tajam dari masyarakat.
Pasalnya sudah hampir lima bulan sejak dinaikkan status ke penyidikan dan diterbitkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP), hingga kini belum juga ada kejelasan tersangka dan pelimpahan berkas.
Warga dan elemen masyarakat pun menanyakan keseriusan penyidik Polres untuk menuntaskan kasus tersebut.
“Apalagi di desa, ada oknum tokoh yang sejak awal berkoar ngomong kalau nggak takut hukum dan sampai ke MA pun akan dihadapi. Ini isu-isu tak sedap juga mulai beredar kalau kasusnya dihentikan dan lain-lain. Itu yang bikin warga tambah marah. Makanya ini pada bertanya sudah 3 bulan kok meneng-menengan nggak ada kabar. Ini ada apa,” ujar RI, salah satu tokoh di Desa Trombol kepada wartawan, Jumat (25/6/2021).
Menurutnya, sejak awal laporan, warga sebenarnya menaruh harapan besar pada penegak hukum utamanya kepolisian untuk mengusut tuntas.
Sebab secara fakta, penyimpangan dan pengalihan tanah OO atau tanah negara menjadi kepemilikan lima oknum panitia itu benar adanya dan ada bukti sertifikatnya.
“Harapan warga biar ada efek jera. Karena itu aset negara dan desa dialihkan hak milik. Kalau satu bidang taruhlah harganya Rp 100 juta, lima bidang kan sudah Rp 500 juta. Misalnya tanah dikembalikan lalu kasusnya dihentikan, lha kok enak sekali. Yang maling kecil saja dipenjara kok, ini mengalihkan tanah negara mau dibiarkan,” tuturnya.
Desakan yang sama dilontarkan LSM Forum Masyarakat Sragen (Formas). Anggota Divisi Hukum, Sri Wahono juga mendesak dan menuntut polisi segera menuntaskan kasus itu.
Sebab melihat riwayatnya, ia memandang kasus itu menjadi atensi publik dan sangat dinanti. Dengan penuntasan kasus itu akan menjadi efek jera bagi oknum perangkat dan desa-desa lain agar tidak seenaknya menyalahgunakan kewenangan.
Terlebih dari nilainya, kasus itu juga sangat berpotensi merugikan masyarakat dan desa maupun negara dengan nominal ratusan juta.
Menurutnya terbitnya SPDP yang hampir tiga bulan lalu, mestinya juga segera ditindaklanjuti dengan penetapan tersangka dan pelimpahan berkas.
Jika berbulan-bulan tak kunjung ada kepastian, maka dikhawatirkan justru memicu preseden buruk terhadap proses penegakan hukum dan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Polri.
“Formas sangat mendukung perangkat desa atau oknum panitia PTSL yang main- main dengan program PTSL, memanipulasi data sampai memanfaatkan kewenangannya untuk kepentingan hak pribadi, harus diproses hukum. Karena PTSL itu untuk membantu masyarakat, bukan untuk ngakali. Kalau 3 bulan SPDP kok sampai nggak ada tindaklanjutnya, jangan salahkan warga kalau nanti bergerak dan tidak lagi percaya para penegakan hukum,” ujarnya kesal.
Lapor Ombudsman
Sri Wahono yang mengamati kasus itu juga menyayangkan lambannya proses penyidikan.
Padahal dengan penerbitan SPDP sebenarnya penyidik sudah bisa menjadi pijakan kuat terkait unsur perbuatan melawan hukum, alat bukti dan lainnya dari kasus itu.
Termasuk kemungkinan penetapan tersangka, semestinya juga sudah ada gambaran. Sehingga akan menjadi aneh jika kemudian tiba-tiba kasus itu lenyap tanpa ada tindaklanjut.
“Kalau bisa cepat, kenapa harus diperlambat. Kami berharap jangan sampai ada kasus yang di-peties-kan atau dibekukan. Kalau ada bukti kenapa pula harus berhenti. Makanya kalau nanti ada kejanggalan dalam penanganan kami juga siap mengadukan ke ombudsman,” tandasnya.
Terpisah, Kajari Sragen Sinyo Benny Redy Ratag melalui Kasi Pidsus, Agung Riyadi menyampaikan SPDP kasus itu memang sudah diterima dari Polres Sragen sejak 3 Februari 2021 lalu.
Namun hingga tiga bulan lebih, pihaknya belum menerima pelimpahan berkas lanjutan dari penyidik Polres.
Pihaknya pernah menanyakan ke penyidik belum lama ini, akan tetapi juga belum ada kejelasan kapan pelimpahan.
“Memang sudah 3 bulan lebih SPDP kami terima. Kemarin sempat saya tanyakan ke Polres menanyakan bagaimana perkembangannya, dijawab masih proses penyidikan. Kami sebenarnya ingin tanya sejauh mana, tapi belum bisa koordinasi,” ujarnya dikonfirmasi Jumat (25/6/2021).
Agung menyampaikan biasanya ketika SPDP sudah dikirimkan ke kejaksaan, normalnya paling lama sebulan atau dua bulan sesudahnya, akan diikuti pelimpahan berkas dan penetapan tersangka.
“Kemarin di SPDP memang belum ada penetapan tersangka. Tapi biasanya ketika SPDP sudah naik, nggak lama langsung penetapan tersangka dan pelimpahan berkas. Tapi kami kan sifatnya pasif, hanya menunggu dan menerima limpahan dari Polres. Harapan kami kalau memang sudah jelas, ya segera dinaikkan berkasnya biar segera ada kejelasan,” tandasnya.
Tanah Negara Dialihkan Pribadi
Seperti diberitakan, SPDP itu diterima pada 3 Februari 2021. Kala itu, Agung menyampaikan dalam SPDP itu memang belum disertai penetapan nama tersangka.
Hanya saja sudah ada uraian singkat soal kasus dugaan penyimpangan dan poin-poinnya.
Dalam SPDP itu, dugaannya terjadi penyimpangan dalam program PTSL di Desa Trombol tahun 2018. Di mana ada lima tanah tak bertuan atau tanah OO yang diketahui diam-diam disertifikatkan atas nama pribadi panitia dan perangkat desa.
Ada empat panitia Pokmas PTSL dan satu perangkat desa setempat yang dilaporkan ke kepolisian karena menyertifikatkan tanah tanpa alas hak atau tanah OO menjadi hak milik pribadi, masuk dalam daftar sebagai terlapor.
Lima bidang tanah negara yang dialihkan ke pribadi itu tersebar di tiga titik. Yakni satu bidang tanah di Dukuh Ngunut RT 1, disertifikatkan atas nama S (Koordinator Pengukuran Tanah PTSL), satu di Dukuh Trombol RT 18 atas nama S (Bendahara Panitia PTSL).
Kemudian satu bidang di Dukuh Kadisono RT 16 atas nama SY (Ketua Panitia PTSL), satu bidang di Dukuh Kadisono RT 13 atas nama G (Sekretaris Panitia PTSL) dan satu bidang di Dukuh Ngunut RT 3 atas nama BT (Sekretaris Desa).
Luasan tanah yang dipribadikan itu bervariasi antara 800 meter persegi hingga 1000 meter persegi. Ada yang berbentuk pekarangan ada pula yang sawah tegalan.
Pengalihan itu dilakukan tanpa melalui musyawarah dengan warga atau masyarakat. Sementara, tahun 2018 itu Desa Trombol mendapat 1.489 bidang PTSL dengan tarif dipatok sebesar Rp 650.000 per bidang.
Sebelumnya, Polres Sragen menyatakan sudah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus dugaan penyimpangan program pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL) di Desa Trombol, Kecamatan Mondokan.
Meski demikian, saat ini memang belum dilakukan penetapan tersangka. Penegasan itu disampaikan Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi melalui Kasat Reskrim AKP Guruh Bagus Eddy Suryana.
“Kita sudah periksa beberapa saksi. Penanganan masih terus berlanjut,” paparnya dihubungi wartawan, Kamis (8/4/2021)
Kasat menegaskan penanganan kasus itu masih terus berlanjut. Perihal target pelimpahan berkas lanjutan dari SPDP, ia belum menyampaikan. Wardoyo