JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memperpanjang masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hingga tanggal 2 Agustus 2021.
Dengan diperpanjangnya masa PPKM, aturan yang diberlakukan sedikit mendapat kelonggaran, terutama mengenai aturan makan di tempat bagi rumah makan maupun restoran.
Melalui peraturan kebijakan Inmendagri Nomor 24 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 4 dan Level 3 di Wilayah Jawa dan Bali pada diktum ketiga huruf F, berbunyi sebagai berikut.
“Warung makan/warteg, pedagang kaki lima, lapak jalanan dan sejenisnya diizinkan buka dengan protokol kesehatan yang ketat sampai pukul 20.00 waktu setempat dengan maksimal pengunjung makan 25 persen dari kapasitas dan waktu makan maksimal 20 menit”.
Adanya peraturan mengenai pembatasan waktu makan di tempat menuai banyak kontroversi dari pedagang dan juga warganet. Namun, Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa waktu 20 menit sudah cukup untuk masyarakat makan di suatu tempat makan.
“Melalui forum ini, saya kira tolong masyarakat juga bisa memahami kenapa perlu ada batas waktu tersebut. prinsipnya saya kira 20 menit cukup bagi kita untuk makan di suatu tempat,” kata Tito dalam konferensi pers YouTube Sekretariat Presiden, Senin (26/7/2021).
Meski telah dijelaskan alasan adanya pembatasan waktu makan, hal itu masih mengundang banyak komentar dari para warganet dan juga para pedagang. Berbagai tanggapan diberikan terkait aturan makan 20 menit ini, salah satunya adalah pedagang warteg.
Koordinator Warteg Nusantara (Korwantara) Mukroni, menilai bahwa peraturan untuk makan di tempat selama 20 menit tidaklah cukup benar.
“Ngawur kebijakannya, mereka tidak pernah makan di warteg,” kata Mukroni melalui pesan singkat, Selasa (27/7/2021) sebagaimana dikutip dari liputan6.com.
Pasalnya, untuk melayani pelanggan di warteg membutuhkan waktu untuk mempersiapkan pesanan para pelanggan. Tak hanya itu, pelanggan juga memerlukan waktu untuk menikmati makan agar tak tergesa-gesa.
Mukroni juga mengungkapkan bahwa waktu makan di warteg tidak dapat disamakan dengan tempat lainya, setidaknya membutuhkan waktu 30-45 menit untuk makan di warteg.
Damiatun, pemilik kedai pecel lele dan ayam geprek juga memberikan tanggapan terkait aturan makan 20 menit. Ia mengatakan bahwa waktu yang disarankan tidaklah cocok untuk kedai semacam miliknya, hal ini karena untuk mempersiapkan pesanan pelanggan memerlukan waktu lebih dari 7 menit.
“Usaha begini kan pakai digoreng ya sampai kering, kalau gorengnya gak kering orang juga tidak mau. Goreng kaya gini aja lama, apalagi yang dipanggang-panggang itu lama prosesnya,” katanya.
Damiatun mengaku usahanya sangat terdampak selama pandemi, serta sulit untuk mengingatkan pelanggan waktu makan yang hanya tersedia selama 20 menit.
Tak hanya warteg dan pecel lele, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) turut melayangkan protes terhadap kebijakan pemerintah terkait aturan makan di tempat selama 20 menit.
Mereka menyebut restoran yang berada di wilayah PPKM Level 4 belum melayani pelanggan untuk makan di tempat sehingga masih memakai sistem take away.
Pasalnya, persiapan yang dibutuhkan restoran jauh lebih lama daripada warteg. Waktu untuk pesan dan makan dinilai tidak seimbang. Alih-alih kenyang, dikhawatirkan tersedak akibat makan yang terburu-buru.
Epidermolog dari Griffith University Dicky Budiman memberikan komentar mengenai hal ini. Dicky menilai pemerintah harus lebih spesifik dalam menerapkan kebijakan terkait PPKM Level 4. Ia juga menambahkan bahwa aturan makan di tempat selama 20 menit sebenarnya masih memiliki risiko penularan Covid-19.
Namun, dirinya juga menyadari bahwa hal ini merupakan win-win solution agar perekonomian masyarakat tetap berjalan untuk saat ini. Untuk itu, Dicky menganjurkan agar lebih baik dibungkus saja atau take away. Hanifah Yulia Putri S