SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati mempertanyakan pendataan Covid-19 di Kementerian Kesehatan.
Pasalnya data yang ada di Kemenkes ternyata jauh berbeda dengan kondisi riil di lapangan.
Bupati menyebut laporan di Kemenkes, angka Covid-19 Sragen dalam sepekan terakhir mengalami peningkatan padahal riilnya selama sepekan ini kasus Covid-19 di Sragen justru terus menurun.
“Seminggu terakhir Covid-19 di Sragen mulai melandai tapi kemarin kok ada perbedaan data dengan yang di Kemenkes. Semalam saya di WA oleh Pak Seto Deputinya Pak Luhut (Menteri Marves), beliau tanya kok di Sragen sepekan ini mengalami peningkatan. Nah padahal secara realitanya kami ada penurunan,” papar Bupati ditemui JOGLOSEMARNEWS.COM usai menghadiri paripurna istimewa tanggal 16 Agustus di DPRD Sragen, Senin (16/8/2021).
Bupati menyampaikan ada perbedaan gan (selisih) data yang tidak sinkron antara data yang masuk Kemenkes dengan data riil yang ada di Sragen.
Menurutnya mestinya data Kemenkes atau data di pusat mengambilnya dari data riil Pemkab. Bukan data delay atau data yang terlambat sehingga akhirnya muncul perbedaan dan menjadi permasalahan.
“Sragen ditanya kok masih meningkat. Lho padahal kita sampaikan data dari tanggal senin lalu tanggal 9 Agustus 2021 sampai Senin ini (16/8/2021) angkanya melandai terus,” terangnya.
Perbedaan data itu, menurut Bupati, akan berimbas negatif dengan persepsi terhadap Sragen.
Karena tidak sesuai dengan realita membuat status Sragen juga tidak akan bisa beranjak dari level atas status Covid-19.
Kemudian data tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit atau BOR juga tidak sinkron sehingga berdampak pada status level di Sragen.
“Kalau BOR kita masih tinggi dan realitanya tidak terbaca, nanti kan dianggap belum terjadi penurunan. Padahal BOR kita sudah banyak turun,” tukasnya
Atas perbedaan itu, Bupati mengaku akan anti sehingga saya akan menyampaikan ke Gubernur saat rapat evaluasi.
Ia berharap tidak ada lagi perbedaan data dan data di Kemenkes maupun pusat bisa sinkron dengan kondisi riil di daerah.
“Harus ada sinkronisasi data supaya bisa masuk. Kalau ada gap begini daerah jadi bingung,” tandasnya. Wardoyo