SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Munculnya kebijakan pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite pakai jeriken dan larangan untuk pedagang eceran memantik reaksi keras dari pedagang pengecer.
Mereka mengaku kecewa berat dengan kebijakan yang konon dibuat oleh Pertamina selaku pemegang otoritas pengelolaan BBM nasional tersebut.
Larangan Pertalite dijual oleh pengecer, dinilai tak ubahnya skenario untuk mematikan pedagang eceran secara pelan-pelan.
“Ya kecewa nganggo banget Mas (kecewa sekali Mas). Itu sama artinya mau membunuh wong cilik pelan-pelan,” ujar Sumardi Jhon (45) pedagang kelontong dan BBM eceran di Desa Gading, Kecamatan Tanon, Sragen kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (22/8/2021).
Pria yang memiliki kios kecil-kecilan itu mengaku memang sudah lama menjual BBM eceran. Dalam sehari, biasanya ia bisa menjual 35 sampai 40 liter BBM Pertalite.
Lokasi desanya yang berjarak sekitar 6 km dari SPBU, membuat BBM eceran memang jadi pilihan sekaligus membantu warga.
Karenanya ia pun balik menanyakan alasan Pertamina melarang BBM pertalite dijual pengecer. Padahal Pertalite bukan golongan BBM yang bersubsidi.
“Kalau enggak boleh dijual pengecer, alasannya apa coba. Apa salahnya pengecer. Kan kita juga bantu warga yang jauh dari SPBU, yang kadang kehabisan bensin di tengah jalan. Untungnya pun juga dikit-dikit, ini hanya untuk makan. Gitu saja masih mau dilarang. Lha maunya pemerintah itu gimana,” ujarnya kesal.
Senada, Sudar, pedagang eceran di Pengkol Tanon juga menyesalkan kebijakan pembatasan yang arahnya untuk melarang dijual oleh pengecer.
Menurutnya kebijakan itu sangat tidak adil dan bernuansa mencurigakan. Sebab selain bukan BBM bersubsidi, BBM jenis lain yakni Pertamax tidak dilakukan pelarangan.
“Kita ini juga menolong warga yang jauh dari SPBU. Kalau disuruh jual Pertamax, lebih mahal kasihan warga juga. Jika dilarang ngecer, apa pemerintah sanggup membuat SPBU di semua wilayah pelosok yang jauh dari SPBU. Sekarang yang banyak berdiri Pertashop dan informasinya katanya biayanya ratusan juga. Berarti kan arahnya memang hanya berpihak pada yang punya modal gede saja. Pedagang kecil yang dimatikan,” tukasnya.
Rawan Picu Gejolak
Sebelumnya, Ketua DPRD dan dinas, kali ini dari Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Suratno juga mengecam kebijakan pembatasan pembelian Pertalite pakai jeriken maksimal 10 liter di SPBU.
Menurutnya kebijakan itu menunjukkan arogansi sepihak yang dinilai akan berdampak merugikan masyarakat.
Sebab Pertalite adalah BBM yang bukan disubsidi pemerintah sehingga harusnya dijual bebas tanpa ada pembatasan tertentu.
Selain merugikan masyarakat yang menjadi pengecer, hal itu juga akan menyulitkan petani yang ingin menggunakan BBM Pertalite untuk bahan bakar mesin pertanian.
“Yang jadi pertanyaan, mengapa Pertalite dibatasi sementara Pertamax tidak. Kenapa pula hanya yang pakai jeriken yang dibatasi. Padahal kan sama-sama nggak bersubsidi. Kasihan masyarakat, kasihan petani juga,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (18/8/2021).
Suratno menguraikan mestinya barang itu kan dibebaskan di pasaran. Masyarakat harusnya tak perlu dibatasi atau dibeda-bedakan antara pembelian pakai jeriken dan konsumen langsung ke SPBU.
Jika alasannya didorong untuk membeli Pertamax, hal itu juga dinilai tidak adil dan terkesan pemaksaan.
Apalagi jika sampai petani yang membeli pakai jeriken diharuskan kembali pakai surat rekomendasi dinas, maka hal itu akan makin menyengsarakan petani dan rentan memicu gejolak baru.
“Sama-sama barang tidak bersubsidi, harusnya dibebaskan. Biar masyarakat yang menentukan dan memilih mau pakai Pertalite atau Pertamax. Kalau toh Pertalite-nya kurang ya mestinya jumlahnya yang diperbanyak,” tandasnya.
Kebijakan Pertamina
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sragen, Tedi Rosanto menyampaikan dari hasil klarifikasinya, bahwa pembatasan pembelian Pertalite itu kewenangan dari Pertamina.
Menurutnya pembatasan memang hanya diberlakukan untuk pembeli pakai jeriken. Yang boleh dijual oleh pengecer adalah Pertamax.
“Maksudnya jangan sampai Pertalite dijual oleh pengecer. Yang boleh dijual pengecer adalah Pertamax. Bukan masalah Pertalite-nya, karena ini kewenangan Pertamina,” ujarnya dikonfirmasi Rabu (18/8/2021).
Sementara, Ketua Paguyuban SPBU Sragen, Agung, enggan berkomentar saat dimintai konfirmasi perihal kebijakan pembatasan pembelian Pertalite untuk pedagang eceran berjeriken itu.
Ia hanya menyampaikan terkait hal itu disuruh menanyakan langsung ke SBM.
“Anjuran suruh tanya SBM langsung atau telp 135,” ujarnya melalui pesan WA kepada wartawan Rabu (18/8/2021). Wardoyo