SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 153 pedagang oprokan, warung dan pedagang pasar malam di lokasi bekas bangunan SDN 2 Gemolong, diminta pindah ke utara Pasar Gemolong.
Mereka diminta angkat kaki karena lokasi tersebut akan digunakan untuk perluasan RSUD Dr Soeratno Gemolong. Namun masih ada empat bangunan kios semi permanen yang hingga kini belum dibongkar.
Empat kios itu berada di pojok timur bagian selatan dari kompleks lahan yang sebelumnya juga difungsikan sebagai lahan parkir serta bongkar muat tersebut.
Lurah Pasar Gemolong, Harjono mengatakan ada 153 pedagang yang sudah dipindah dari lokasi bekas SDN 2 selatan Pasar Gemolong.
Mereka dipindah sejak 5 hari lalu atau 25 Agustus 2021 dan selanjutnya menempati lokasi baru di bekas terminal lama di utara pasar.
Pemindahan pedagang itu dikarenakan lahan di bekas SDN 2 adalah milik RSUD Gemolong dan akan digunakan untuk perluasan. Ratusan pedagang oprokan itu nantinya akan selamanya berpindah ke utara pasar.
“Sudah pindah semua sejak 5 hari lalu. Karena tanahnya itu memang di sertifikat tertulis milik RSUD. Karena diminta untuk perluasan, pedagang kita minta pindah,” paparnya Senin (31/8/2021).
Ia tak menampik masih ada 4 kios yang masih berdiri di lokasi bekas SDN 2. Empat kios itu diklaim tidak bermasalah dan hanya tinggal menunggu selesai dibongkar.
Informasi yang dihimpun di lapangan, dua dari empat kios itu diketahui milik mantan aparat kepolisian setempat. Meski berdiri bukan di lokasi resmi, kios itu terlihat dibangun permanen.
Sedang dua kios lainnya dibangun semi permanen. Salah satu pemilik kios, Joko Supriyadi, warga Gemolong RT 2/2, mengatakan dirinya tak masalah dan sudah siap jika kiosnya harus dibongkar.
Ia menyadari karena lahan yang ditempati kiosnya memang milik RSUD. Awalnya kios itu dibangun atas seizin lurah pasar dengan perjanjian jika sewaktu-waktu diminta pindah, maka harus siap.
“Kios ini saya bangun sekitar 2 tahun lalu tapi saya pakai jualannya nggak ada setahun karena covid-19 ini. Dulu ijinnya pak lurah pasar. Tiap hari kalau buka, ya bayar retribusi berapa ribu gitu, pakai karcis seperti pedagang pasar lainnya. Kalau nggak buka ya nggak ditariki,” paparnya.
Untuk dua kios di sebelahnya yang diketahui milik pensiunan aparat, juga sudah tidak digunakan untuk berjualan. Namun juga belum dipindah karena menunggu pembongkaran.
Selama ini, kios itu dikontrakkan ke orang lain dengan uang kontrak tertentu yang ia tidak tahu.
“Kalau punya saya ini nunggu yang mau beli material bekas bongkaran kios. Ini tadi ditawar Rp 4 juta, padahal dulu bangunnya Rp 12 juta. Nanti kalau sudah laku ya segera saya bongkar. Mungkin beberapa hari lagi,” urainya.
Joko menyadari pemindahan pedagang dan pengosongan lokasi itu memang mendesak dilakukan.
Sebab selama ini jika malam hari, ratusan pedagang oprokan berbagai jenis yang mangkal di sepanjang jalan, banyak dikeluhkan karena menghambat akses kendaraan menuju rumah sakit.
“Tiap jam 02.00 WIB, jalan itu penuh sampai mobil bawa pasien darurat mau lewat masuk IGD nggak bisa. Tapi nanti problemnya kalau diperluas untuk rumah sakit, pasar nanti akan kebingungan parkir. Karena sudah nggak ada lokasi parkir lagi,” tukasnya. Wardoyo