YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mahasiswa tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM), mengembangkan alat deteksi kerumunan yang diberi nama Syncrom atau System of Detection and Crowd Mapping.
“Sistem yang kami kembangkan ini dapat mendeteksi adanya kerumunan sekaligus menampilkan informasi kapan dan di mana kerumunan terjadi,” terang Zulfa Andriansyah selaku ketua tim penelitian seperti dikutip dari Liputan6, Rabu (4/8/2021).
Tim tersebut tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang Karsa Cipta (PKM-KC) tahun 2021.
Anggota tim yang lain adalah M Ihsanur Adib (Kartografi dan Penginderaan Jauh), Wahyu Afrizal Bahrul Alam (Teknologi Informasi), Malik Al-Aminullah Samansya (Teknik Nuklir), dan Najmuddin Muntashir ‘Abdussalam (Teknik Industri).
Penelitian dilakukan di bawah bimbingan Dr Taufik Hery Purwanto, M.Si.
Lebih lanjut Zulfa mengatakan, Syncrom berbasis Deep Learning dan WebGIS yang dapat mendeteksi adanya kerumunan dengan menyajikan informasi jumlah massa dan menampilkan visualisasi kondisi di lapangan baik waktu dan tempat terjadinya kerumunan secara near real time (saat itu juga).
Ia mengembangkan alat itu karena menurutnya, sekarang belum ada alat pendeteksi yang disertai dengan peringatan dini.
“Saat ini belum ada produk yang mengintegrasikan deteksi kerumunan dengan pemetaan yang juga disertai dengan adanya peringatan dini. Biasanya deteksi kerumunan dengan memakai sensor proximity menggunakan perangkat pengguna seperti smartphone,” terangnya.
Syncrom dilengkapi dengan fitur peringatan dini adanya kerumunan di lokasi terdeteksi. Kemudian, ada pengumuman yang akan disampaikan melalui pengeras suara di lokasi tersebut secara otomatis.
Ia juga menambahkan, sistem ini bisa mendeteksi kerumunan melalui input data visual yang diperoleh melalui CCTV lewat webcam yang terhubung dengan komputer lokal yang sebelumnya telah diprogram dengan deep learning untuk mendeteksi keberadaan manusia dan memprediksi kerumunan di suatu lokasi diteruskan ke sistem untuk dianalisis.
Setelah itu, hasil data dikirimkan ke WebGIS dalam bentuk informasi terkait lokasi, waktu, dan jumlah kejadian kerumunan yang berada di satu lokasi terpantau CCTV.
“Jika data yang muncul menunjukkan adanya kerumunan maka voice alert akan berbunyi untuk memberikan peringatan,” jelasnya.
Peneliti lainnya, Najmuddin mengatakan pengembangan Syncrom berawal dari keprihatinan terhadap masih banyaknya pelanggaran protokol kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Sementara ketaatan mengimplementasikan protokol kesehatan sangat penting untuk mencegah penyebaran Covid-19 agar tidak semakin meluas.
“Saat ini masih saja terjadi banyak pelanggaran prokes termasuk soal jaga jarak dan menghindari kerumunan karena pemantauan aparat kurang maksimal. Oleh sebab itu kami berinisiatif mengembangkan alat deteksi ini guna memudahkan petugas dalam pemantauan dan segera melakukan penindakan,” ujarnya.
Walau prototipe masih menggunakan Webcam saja, belum memakai CCTV, hasilnya dapat memantau kerumunan secara optimal dan akurat.
Sistem yang mulai dikembangkan sejak bulan Juni 2021 lalu ini telah diujicobakan di lapangan. Hasilnya, memiliki akurasi lebih dari 75 persen dalam mendeteksi kerumunan di suatu ruangan.
Tak hanya itu, kedepannya nanti, mereka juga akan menambahkan fitur berupa text alert untuk mempermudah petugas dalam pemantauan. Misalnya, ketika petugas sedang tidak berada di ruang kontrol tetap dapat menerima informasi melalui SMS atau telegram apabila terjadi kerumunan.
Syncrom ini diharapkan membantu petugas dalam penegakan protokol kesehatan terutama saat terjadi pelanggaran kerumunan. Dengan adanya sistem ini petugas dapat segera menindaklanjuti atau membubarkan kerumunan massa untuk mencegah penyebar Covid-19 di masyarakat. Elysa Indriyani