SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus dugaan perkosaan beruntun yang menimpa seorang siswi SD asal Sukodono berinisial W (9) oleh 3 siswa SMP dan satu pria tetangganya, kembali jadi sorotan.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron Surakarta yang mengawal kasus itu mempertanyakan keseriusan penyidik Polres Sragen untuk menuntaskan kasus tersebut.
Desakan itu dilontarkan saat personel LBH tersebut bersama orangtua korban, D (38) mendatangi Mapolres Sragen, Senin (16/8/2021).
Mereka kembali mempertanyakan penanganan kasus yang hampir 8 bulan lebih tak kunjung ada kejelasan.
Salah satu pengacara dari LBH Mawar Saron Surakarta, Andar Beniala Lumbanraja menyayangkan penanganan kasus yang terkesan sangat lamban.
Sebab sejak dilaporkan ke Polres pada Desember 2020 hingga kini belum juga ada penetapan tersangka dan kejelasan. Padahal menurutnya, keterangan korban dan bukti dinilai sudah cukup kuat untuk menjerat para pelaku.
“Sebulan yang lalu kita sudah datang ke sini, dari Kanit PPA waktu itu menyampaikan akan ditindaklanjuti. Disampaikan juga barang bukti berupa celana dalam milik korban dan dari pak Kanit sendiri bilang barang bukti sudah dilakukan pemeriksa. Tapi sampai sekarang belum ada penetapan tersangka,” paparnya kepada wartawan di Polres Sragen, Senin (16/8/2021).
Andar mengungkapkan saksi ahli sudah dimintai keterangan oleh penyidik. Kemudian sempat dijanjikan secepatnya dilakukan pemeriksaan lanjutan kepada korban.
Termasuk untuk memastikan bahwa celana dalam tersebut milik korban. Akan tetapi hingga kini belum ada tindaklanjut tersebut.
Korban Ketakutan dan Dibully
Andar menyampaikan berlarutnya penanganan kasus ini berdampak buruk terhadap kondisi korban. Korban yang berusaha tegar untuk melanjutkan aktivitas kerap mengalami tekanan psikis yang berat.
Seperti merasa ketakutan dan minder karena dibully serta dicemooh teman-temannya.
“Dia kadang takut keluar, seperti ketakutan bertemu pelaku yang saat ini masih berkeliaran. Ketika ada yang membahas kasus ini, dia malah marah dan cenderung tempramen. Kasihan kan dia masih anak-anak harus menanggung psikis berat seperti itu,” ujarnya.
Dia berharap kasus ini segera selesai. Karena sudah dari 10 november kejadian sampai saat ini belum ada penetapan tersangka. Kondisi ini yang membuat jadi sorotan.
”Yang kita tau selama ini kasus anak harus dilakukan secara cepat. Karena menyangkut psikologis dan perkembangan anak,” tegasnya.
Ia juga menyayangkan alasan dari penyidik yang tak segera menuntaskan kasus ini hanya karena banyak kasus lain yang harus ditangani dan kekurangan personel.
Hal itu akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan penanganan kasus-kasus yang harusnya menjadi prioritas.
“Kalau personel kurang ya ditambah. Kalau banyak laporan masuk, ya sudah kan ada skala prioritasnya. Mana yang harus didahulukan dan sebagainya,” tandasnya.
Hasil Visum Robek
Orangtua korban, D, sangat berharap Polres bisa serius menangani kasus ini. Seba selama 8 bulan lebih, upaya untuk menanyakan dan mencari kejelasan di Polres Sragen selalu berakhir dengan jawaban masih dalam penanganan dan kurang cukup saksi.
“Saya enggak tahu harus kemana lagi mengadu. Saya sudah beberapa kali menanyakan ke Polres, tapi jawabannya selalu sama. Katanya buntu kasusnya, dan saksi-saksinya kurang cukup kuat,” papar D.
D mengaku sudah sempat meminta bantuan anggota DPRD Sragen, Fathurrahman agar ikut mengawal pengusutan kasus itu.
Ia juga sudah berusaha melapor ke LPAI (Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) agar ikut mendorong penegakan hukum kasus yang menimpa putrinya itu.
Akan tetapi, hingga kini respon penyidik, masih belum menunjukkan progres yang jelas.
“Sampai sekarang tidak ada penangkapan terhadap pelaku yang melakukan perkosaan ke anak saya. Ada dua lokasi kejadian di kamar mandi balai desa dan di rumah kosong oleh tetangga saya, semua belum ada perkembangan,” jelasnya.
D kembali meyakinkan bahwa insiden perkosaan beruntun itu memang benar dialami putri kecilnya.
Ia menceritakan kejadian pertama tanggal 10 November 2020 dengan terduga pelaku adalah seorang pria bapak-bapak tetangganya sendiri berinisial S (38) di sebuah rumah kosong di wilayahnya.
Kejadian kedua diduga dilakukan 3 siswa SMP pada tanggal 11 Desember 2020 sekitar pukul 14.00 WIB di kamar mandi balai desa di Sukodono.
“Semua terduga pelaku masih bebas berkeliaran dan beraktivitas seperti tidak terjadi apa-apa. Ini yang menyakitkan kami padahal kondisi anak saya masih trauma berat. Kalau ketemu pelaku, dia langsung ketakutan dan menangis sendiri,” urai D.
D mengatakan sudah pernah dilakukan visum kepada putrinya. Dari hasil visum menunjukkan ada luka robek searah jarum jam pada alat vital putrinya yang diduga akibat benda tumpul.
Ada Kendala Saksi
Sementara, saat dikonfirmasi wartawan, Kasat Reskrim AKP Guruh Bagus Edy menyampaikan saat ini penyidik masih melengkapi alat bukti. Ia menegaskan penyidik tidak diam saja, tetapi sudah mengkonfrontir pada para saksi dan korban.
”Terkait di luar penetapan tersangka, kebetulan Pak Kanitnya baru, saya minta berkasnya dipelajari lagi. Apa yang jadi kekurangan. Kalau perlu kita gelarkan,” ujarnya.
Kasat menyampaikan kendala yang dihadapi untuk penanganan kasus itu yakni yang memperkuat saksi korban.
Bahwa kesaksian dari teman korban dinilai belum bisa untuk dipegang. Karena tidak menunjukkan peristiwa itu.
”Maka masih harus kita perdalam. Teknis penyidik dengan beberapa cara masih dijalankan oleh penyidik.” jelasnya. Wardoyo