SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Rentetan musibah petani tewas kesetrum jebakan tikus di Sragen menguak fakta baru.
Dari pengamatan dan kesaksian petani, hama tikus yang merajalela di wilayah Sragen dalam dua tahun terakhir ternyata juga memunculkan fakta mengejutkan.
Tak hanya jumlah populasinya yang makin banyak di luar batas kewajaran, hewan pengerat itu dinilai juga makin banyak kemajuan.
“Kata petani, tikus sekarang itu makin pintar. Dipasangi umpan udah nggak mau makan. Dipasangi emposan nggak keluar, dijebak pakai setrum tikus mereka udah tahu dan pada melompat. Makanya petani sebenarnya sudah putus asa harus dengan cara apa lagi memberantasnya,” papar Kades Tangkil, Suyono kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Kamis (5/8/2021).
Fakta itu diungkapkan menyusul kematian salah satu petani di wilayahnya, Sukimin (58). Pria paruh baya itu ditemukan meregang nyawa dengan posisi telungkup di antara pematang dan sawahnya, beberapa malam lalu.
Data yang dihimpun JOGLOSEMARNEWS.COM , insiden tragis itu diperkirakan terjadi pukul 17.30 WIB. Namun jenazah korban baru ditemukan oleh sang istri sehabis magrib atau pukul 18.15 WIB.
Menurut keterangan warga, kejadian bermula ketika sore tadi, korban pamit ke sawah untuk menengok tanaman padinya.
Namun hingga petang hari, tak kunjung pulang. Sang istri dan anaknya yang curiga kemudian berupaya mencari. Setelah tak ketemu, sang istri berinisiatif mencari ke sawah.
Kematian Sukimin memang cukup tragis. Sebab jebakan tikus itu dipasang demi menyelamatkan padinya yang ditanam di sawah hasil menyewa tahunan, bukan di sawah milik sendiri.
Kades Suyono mengaku sebagai pemangku wilayah, sebenarnya tak kurang-kurang memberi sosialisasi dan pemahaman akan bahaya pemasangan setrum jebakan tikus.
Namun kondisi serangan tikus dan perubahan perangai hewan pengerat itu rupanya menghadirkan sisi dilematis tersendiri.
“Kalau dibiarkan udah pasti tanaman habis dan nggak ada yang bisa dimakan. Kalau nggak dipasangi setrum ya wis nggak mangan tenan. Sebenarnya setrum itu pilihan terakhir, kasihan juga melihat petani mereka harus berjuang meski bertaruh nyawa risikonya. Kami hanya bisa sosialisasi dan mengingatkan, tapi kadang kalah sama kondisi,” urainya.
Makin Pintar
Kades Suyono menambahkan ketaatan petani kadang hanya ketika ada kejadian atau musibah. Setelah itu mereka seolah lupa dan kembali memasang lagi.
“Nanti satu minggu dilepas, setelah itu nyalain setrum lagi. Nanti lama kelamaan muncul lagi yang lainnya juga ikut. Di grup RT RW sebenarnya sudah terus kita sosialisasi. Gropyokan kalau nggak serentak ya kadang susah. Di utara jalan gropyokan kalau di selatan enggak ya sama aja. Nanti tikusnya nyebrang juga. Makin ke sini makin pinter tikusnya,” urainya.
Senada, sejumlah petani di Tanon juga menuturkan hal serupa. Agus, petani asal Desa Kecik mengaku dalam kurun 2 tahun terakhir, populasi hama tikus memang paling parah dan seperti di luar kewajaran.
“Kalau jam 21.00 itu di lin (jalan sawah) itu pada muncul deret-deret. Ngeri melihatnya, kaya ada yang ngomando. Seperti ada kerajaannya, kaya nggak sebaene (kewajaran). Jumlahnya nggak puluhan lagi, ratusan ekor. Makanya kalau nggak disetrum udah pasti semalam tanaman habis. Dikasih umpan dan macam-macam udah nggak mempan lagi,” ujarnya.
Senada, Sir Samsuri, petani asal Karangudi Ngrampal yang kepergok aparat karena memasang jebakan tikus di sawahnya, mengaku setrum adalah pilihan terakhir yang mau tidak mau harus dilakukan.
Sebab segala cara sudah ditempuh dan tak bisa meredakan serangan tikus.
“Sebetulnya ya tahu risikonya, tapi yang sudah-sudah, kalau nggak dipasangi gini (setrum) ya tanaman habis-habis tenan, gagal panen,” katanya.
Ia menuturkan hama tikus biasanya muncul menyerang ketika tanaman sudah berumur 2 minggu habis pemupukan dan terlihat hijau.
Sebagai petani kecil, sebenarnya manut anjuran pemerintah. Ia pun siap melepas jebakan tikusnya. Namun berharap pemerintah juga konsekuen memikirkan petani dengan membantu obat atau memberantas tikus.
“Seharusnya pemerintah ngasih solusi bagaimana memberantas hama. Selama ini pemerintah sendiri juga tidak ada bantuan atau bagaimana caranya mengurangi hama tikus. Dulu pernah dibantu kayak petasan itu, tapi juga nggak mempan. Lha petani suruh gimana lagi Pak,” tuturnya. Wardoyo