SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Argyo Demartoto konunitas Gay di Solo telah terorganisir sejak 10 tahun silam.
Argyo menjelaskan karena selama ini komuintas ini sangat jarang muncul ke permukaan dan sangat tertutup maka amat jarang diketahui oleh publik.
“Karena yang masuk dalam komunitas ini sangat terturup dan kalangan tertentu saja. Sehingga jarang sekali bisa terungkap. Yang bisa mengakses hanya orang-orang tertentu saja, bahkan dari luar mereka terlihat normal,” kata Argyo, Selasa (28/9/2021).
Dia memaparkan, jaringan komunitas tersebut juga bukan hanya lokal, namun sudah antar kota. Namun dengan kemanjan dibidang IT, muncul sejumlah aplikasi yang kemudian menjadi cara bagi komunitas gay ini mencari pasangan.
“Contohnya Grinder, Planet Romeo, dan lain sebagainya, timggal cari saja di internet. Tapi saya kurang tahu apakah aplikasi tersebut apakah masih aktif atau sudah ditakedown oleh pemerintah,” papar Argyo.
Ketika ada konsumen, lanjut Argyo otomatis ada produsen. Hal inilah yang kemudian memunculkan praktek prostitusi hubungan sesama jenis ini. Dimana para PSK gay ini mendapat julukan ‘Kucing’ dar komunitas mereka.
“Jadi kita berbicara tentang Identitas Seksual dan orientasi seksual,” kata Argyo.
Dalam perannya dalam hubungan seksualitas, dalam dunia gay ini dibagi menjadi dua. Ada yang menjadi Top ada Bottom.
Top ini merupakan gay yang berperan sebagai laki-laki atau yang melakukan penetrasi, sedangkan Bottom yang berperan sebagai wanita.
Mucikari Gay ini juga menyediakan dua tipe tersebut bagi para pelanggannya.
“Ini kaitannya dengan selera ya. Sepeti layaknya prostitusi wanita. Pelanggan kan beda-beda seleranya. Ada yang mencari yang gemuk, ada yang langsing, yang kulitnya puth atau sawo matang, dan lain sebagainya,” kata Argyo.
Terjun ke dunia Gay ini bukan tanpa resiko, karena ada banyak aspek dampak yang akan ditimbulkan.
“Bisa saja memiliki riwayat infeksi seksual atau HIV, apalagi sekarang marak covid-19,” ujarnya. Prabowo