SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pelimpahan berkas kasus tersangka korupsi yang menjerat penyidik KPK, AKP Stepanus Robin Pattuju Jumat (3/9/2021) melambungkan kembali nama Robin di mata publik.
Betapa tidak, mantan Kapolsek Gemolong Polres Sragen tahun 2016-2017 itu didakwa menerima uang suap hampir Rp 11,025 miliar saat menjabat sebagai penyidik KPK.
Ya, siapa sangka, karier Robin yang mentereng sebagai penyidik papan atas di lembaga antiraswah itu hancur gegara tak kuat iman.
Benteng kokoh lembaga KPK yang dikenal tanpa kompromi terhadap pelaku korupsi yang harusnya diemban oleh Robin harus koyak digoyang lembaran uang bermiliar-miliar.
Siapa AKP Robin Pattuju? Hasil penelusuran dari berbagai sumber, AKP Stepanus Robin Pattuju diketahui baru satu setengah tahun menjadi penyidik di KPK.
Dilihat dari webstie diohekaton.com, pria bernama lengkap Stepanus Robin Pattuju itu tercatat sebagai lulusan Akpol Angkatan 42.
Kemampuannya patut diapresiasi karena ia lulus Akpol dengan predikat lulusan terbaik ranking 5 saat pendidikan.
Stepanus kemudian pernah menjabat sebagai Kapolsek Gemolong, yang berada di wilayah hukum Polres Sragen, Jawa Tengah (Jateng). Di Polsek ini, Robin menjabat selama 2 tahun di 2016-2017 semasa kepemimpinan Kapolres AKBP Cahyo Widiarso.
Dia mendapatkan jabatan itu saat berpangkat inspektur satu atau Iptu.
Kenaikan pangkat dari Iptu menjadi AKP didapatkan Stepanus Robin ketika menjabat Kapolsek Gemolong.
Nama Stepanus mulai sering terdengar saat ditunjuk untuk menjabat Kabag Ops Polres Halmahera selatan.
Bukan karena prestasinya makanya namanya mencuat, tapi karena skandal dari perwira yang digantikannya.
Ia menggantikan AKP Roy Simangunsong di jabatan itu, yang lengser setelah aksi demo polisi di sana.
Demo ratusan orang polisi yang jarang terjadi itu terkait dengan honor pengamanan pemilu.
Sebelum menjabat Kabag Ops, Stepanus sudah di Polda Maluku Utara dengan jabatan sebagai Danki Dalmas Ditsamabta.
Keluar surat telegram rahasia Kapolda Maluku Utara dengan STR Nomor: ST-946/1V/KEP/2019/ROSDM tertanggal 29 April 2019, yang isinya mengganti Kabag Ops dari AKP Roy ke AKP Stepanus.
Empat bulan setelah menjabat sebagai Kabag Ops Polres Halmahera Selatan, tepatnya Agustus 2009, AKP Stepanus Robin ditugaskan Mabes Polri sebagai penyidik di KPK.
AKP SR atau Stefanus Robin diduga telah memeras Wali Kota Tanjungbalai, HM Syahrizal senilai Rp 1,5 miliar.
Stepanus membuat janji akan hentikan penyidikan kasus yang melibatkan wali kota termuda di Indonesia tersebut.
Ia ditangkap pada Selasa 21 April 2021.
Setelah kasus ini muncul, Polri berencana menarik perwira itu ke institusi Polri.
Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menyatakan kemungkinan KPK sudah menganggap Stepanus tak layak lagi jadi penyidik di KPK.
“Nanti Polri akan memproses anggota tersebut,” kata Rusdi di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (22/4/2021).
Pihaknya masih menunggu penyidikan yang sedang dilakukan KPK terlebih dahulu terhadap Stepanus.
“Tapi sekarang proses sedang di KPK kita hargai itu dulu, kita tunggu proses yang dilakukan di KPK,” pungkasnya.
KPK saat ini memang mengusut kasus korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara.
AKP Stefanus Robin merupakan satu di antara penyidik yang menangani kasus itu.
Terancam Seumur Hidup
AKP Stepanus Robin bisa dijerat dua dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hukuman maksimal adalah seumur hidup.
Hal ini dikatakan peneliti ICW, Kurnia Ramadhana lewat siaran pers, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (21/4/2021).
AKP Stepanus merupakan penyidik KPK dari unsur Polri yang menangani kasus dugaan suap lelang atau mutasi jabatan di Pemkot Tanjungbalai, Sumatera Utara Tahun 2019.
Menurut Kurnia Ramadhana, jika dugaan pemerasan itu benar, AKP Stepanus semesti dijerat kombinasi Pasal 12 huruf e tentang tindak pidana pemerasan dan Pasal 21 terkait menghalang-halangi proses hukum.
“Tentu ketika dua kombinasi pasal itu disematkan kepada pelaku, ICW berharap Penyidik asal Polri yang melakukan kejahatan itu dihukum maksimal seumur hidup,” katanya
Dia menyebut pemerasan itu menjadikan KPK kini berada di ambang batas kepercayaan publik.
Hal ini tidak terlepas dari sejumlah skandal di internal KPK belakangan ini.
“Mulai dari pencurian barang bukti, gagal menggeledah, enggan meringkus buronan Harun Masiku, hilangnya nama politisi dalam surat dakwaan, sampai dugaan pemerasan kepada kepala daerah,” katanya.
ICW menilai pengelolaan internal KPK sudah bobrok akibat regulasi terbaru dan pengelolaan internal kelembagaan itu oleh para komisioner KPK.
Menurutnya, sejak Firli Bahuri dilantik sebagai Ketua KPK, anggapan publik terkait kinerja KPK selalu bernada negatif.
Catatan ICW sepanjang 2020 setidaknya ada enam lembaga survei yang mengonfirmasi hal tersebut.
“Tentu ini menjadi hal baru, sebab, sebelumnya KPK selalu mendapatkan kepercayaan publik yang relatif tinggi,” ujarnya.
Terima Rp 11 Miliar
Dalam petikan dakwaan KPK yang diunggah di situs SIPP PN Jakarta Pusat Jumat (3/9/2021), terungkap aliran duit kepada mantan penyidik KPK ini berasal dari 5 orang pejabat berpangkat kepala daerah.
Semuanya juga dijerat dengan pasal korupsi dan sudah menjalani hukuman.
Salah satunya Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
Dalam petikan dakwaan itu, mantan Kapolsek di Gemolong Sragen tahun 2016-2017 itu disebut menerima uang suap sebesar Rp 11,025 miliar.
“Menerima hadiah atau janji berupa uang dengan jumlah keseluruhan Rp 11.025.077.000,” seperti dikutip pada Jumat (3/9/2021).
Uang tersebut diduga berasal dari Wali Kota Tanjungbalai nonaktif M. Syahrial sebanyak Rp 1,695 miliar.
Syahrial telah didakwa memberikan uang ke Robin untuk mengakali proses penyelidikan kasus yang menyeret namanya.
Selain itu, Robin juga disebut menerima uang sejumlah Rp 3 miliar dan USD 36 ribu dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan politikus Golkar lainnya Aliza Gunado. Tujuan pemberian uang hingga kini belum diketahui dan belum disebutkan.
Robin disebut juga menerima uang dari eks Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priyatna sebanyak Rp 507 juta.
Ajay divonis 2 tahun penjara di pengadilan tingkat pertama karena terbukti menerima gratifikasi pembangunan Rumah Sakit Kasih Bunda Cimahi.
Kepala daerah lain yang disebut memberikan uang ke Stepanus Robin Pattuju adalah mantan Bupati Kutai Kertanegara Rita Widyasari.
Rita disebut memberikan uang hingga Rp 5 miliar. Rita divonis 10 tahun penjara dalam kasus suap dan berstatus tersangka dalam kasus pencucian uang.
Terakhir mantan penyidik KPK ini juga disebut menerima Rp 525 juta dari Usman Effendi. Usman berstatus narapidana dalam kasus korupsi penggunaan lahan di Sukabumi. (Wardoyo/Tribunnews/Tempo)