SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM -Partai Demokrat Sragen menolak mentah-mentah rencana Pemkab yang akan mencari pinjaman Rp 200 miliar agar bisa membangun sejumlah infrastruktur di 2022-2023.
Selain tidak mendidik, penolakan dikarenakan kebijakan berhutang itu dikhawatirkan bisa menimbulkan persepsi buruk pemerintahan di mata publik.
Hal itu disampaikan Ketua DPC Demokrat Sragen, Budiono Rahmadi, Sabtu (30/10/2021).
Ditemui di sela peresmian Klinik Gratis Dadi Peduli di Sepat, Masaran, ia menyatakan tidak setuju dengan rencana Pemkab yang akan mencari pinjaman ke bank Rp 200 miliar.
Alasannya, kebijakan ngutang itu menunjukkan pemerintah, dalam hal ini bupati, terkesan tidak kreatif dan tak sabar.
“Niat mbangunnya sih oke, tapi caranya yang harus utang itu yang saya enggak setuju. Itu tidak mendidik dan tidak kreatif,” paparnya.
Politisi yang akrab disapa Mas Bro itu menjelaskan kebijakan berhutang itu justru hanya akan membuang-buang anggaran.
Sebab, kebijakan utang di bank pasti tidak terlepas dari kewajiban membayar bunga.
Ia menggambarkan dengan asumsi bunga 0,5 persen saja, maka dalam dua tahun angsuran, Pemkab harus membayar bunga ke bank sebesar Rp 20 miliar.
Jika bunganya tidak flat, setidaknya Pemkab harus membayar bunga Rp 15 miliar yakni Rp 10 miliar tahun pertama dan Rp 5 miliar tahun kedua.
“Itu gambarannya kalau bunganya 0,5 persen. Kan eman uang Rp 15 sampai Rp 20 miliar hanya diberikan cuma-cuma ke bank. Kalau dana segitu untuk mbangun jalan kan sudah lumayan,” urainya.
Tidak hanya itu, Budiono juga melihat pola berhutang itu dikhawatirkan justru bisa memicu persepsi negatif pemerintahan di mata publik.
Apalagi kebijakan ngutang bukan kali pertama dilakukan oleh pemerintahan Bupati Yuni.
Menurutnya penolakannya itu lebih sebagai bentuk dukungannya kepada bupati karena Demokrat notabene juga masuk menjadi partai pendukung pasangan Yuni-Suroto di Pilkada 2020 lalu.
“Saya menolak itu justru kasihan Mbak Yuni, bukan karena saya tidak mendukung. Sebab nanti akan timbul persepsi di masyarakat pemerintahan Mbak Yuni kok senengane utang. Karena apapun alasannya, hutang itu menunjukkan kesan orang nggak kreatif,” jelasnya.
Perkuat Lobi Pusat
Sebaliknya, Budiono justru mendorong agar pemerintahan Yuni-Suroto lebih menggenjot lobi-lobi ke pusat untuk menggali bantuan anggaran.
Kemudian menggali sumber pendapatan untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan menggenjot iklim investasi dinilai justru lebih elegan ketimbang ngutang.
“Sebenarnya kalau dilihat, kondisi keuangan daerah di Soloraya kan hampir sama. Dengan anggaran hampir sama. Kenapa Boyolali bisa mbangun lebih, Sukoharjo, Solo juga. Kan sebenarnya hanya soal jeli-jelian menata anggaran saja kan. Nah makanya saya lebih condong perkuat lobi-lobi ke pusat agar dapat anggaran besar. Saya yakin Mbak Yuni bisa, kan banyak jalur ke pusat, lewat anggota DPR RI PDIP, DPRD provinsi juga banyak,” tandasnya.
Sementara, salah satu pengurus Demokrat, Suyadi Kurniawan juga tak sependapat dengan keinginan Pemkab untuk kembali berhutang.
Menurutnya kebijakan utang itu justru akan membebani keuangan daerah dan membuang uang miliaran cuma-cuma dari sisi bunga.
“Hitungan kasarannya tadi, dua tahun bunganya Rp 20 miliar. Eman-eman kan uang Rp 20 miliar ibaratnya hanya dibakar atau dibuang gitu saja. Kalau untuk beli ambulans sudah dapat 300 ambulans dan bisa dibagikan ke semua desa. Malah bermanfaat daripada dikasihkan ke bank cuma-cuma. Ya kan?,” ujarnya. Wardoyo