WONOGIRI, JOGLOSEMARNEWS.COM —
Dunia transportasi darat menjadi salah satu pihak yang terdampak kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar. Para kru bus kesulitan mendapatkan bahan bakar solar.
Kru bus harus mencari SPBU yang memiliki stok solar. Ketika ada SPBU yang masih mempunyai persediaan solar, pembelian dibatasi. Padahal waktu mengantri cukup lama membuat durasi perjalanan bus amburadul.
Ketua DPC Organisasi Angkutan Darat (Organda) Wonogiri, Edi Purwanto secara terang-terangan mengeluhkan kondisi saat ini. Ketika sangat sulit mendapatkan solar.
“Kelangkaan solar sudah dirasakan sejak sekitar dua pekan lalu. Imbasnya tentu banyak angkutan baik penumpang maupun barang sulit mendapatkan solar di pom (SPBU),” jelas Edi, Kamis (21/10/2021).
Pemilik bus PO Sumba Putra ini membeberkan, bus jelas kesulitan karena dibatasi dalam pengisian solar. Tiap bus dibatasi mengisi solar maksimal Rp 300.000 di setiap pom bensin. Itupun tidak setiap pom bensin memiliki stok solar. Alhasil, waktu perjalanan bagi penumpang jadi tak jelas karena bus perlu mencari pom bensin yang memiliki solar.
“Waktu yang dibutuhkan untuk mengantre solar minim setengah jam dan bisa mencapai satu jam,” terang dia.
Menurut dia, saat ini banyak bidang sedang mencoba bergerak disaat sejumlah pelonggaran dilakukan. Tapi kelangkaan solar malah menjadi kendala yang menurutnya bisa berdampak luas.
“Susah dapat solar. Contohnya saja, mobil box yang pakai frezeer untuk mengangkut daging. Karena susah dapat solar terpaksa pakai dexlite. Menopo mboten klenger? Padahal ongkos tetap. Ini kan berat,” sebut Edi.
Penggantian jenis BBM ini terpaksa harus dilakukan agar kendaraan tetap bisa berjalan. Pasalnya, ada yang membuat perjanjian bila barang kiriman membusuk, pengirim harus ganti rugi 200 persen. Mereka lebih baik rugi untuk beli dexlite daripada kena penalti konsumen 200 persen.
“Kasian yang ngirim dalam bentuk frozen itu. Ini tadi saya di pasar juga disambati sopir kalau nggak bisa dapat solar. Dampaknya bisa kemana-mana, apalagi yang pakai alat dengan bahan bakar solar,” tegas dia.
Menurut Edi, ada kebijakan yang kurang tepat dalam pembagian solar. Informasi yang didapatnya, kebutuhan solar meningkat usai dilonggarkannya PPKM dengan meningkatnya mobilitas masyarakat. Namun, dia tak sepakat dengan hal itu. Menurut dia, kuota solar yang dikirimkan ke pom bensin berkurang.
“Kalau kuotanya sama, saya kira nggak ada kelangkaan solar. Pasokannya berkurang, alasannya karena jatah subsidi menipis. Kalau jatah subsidi menipis seharusnya kan ada hitung-hitungan sejak jauh-jauh hari supaya tidak terjadi kelangkaan,” terang pria berkumis tebal ini.
Pihaknya berharap, pemerintah bisa mengendalikan masalah kelangkaan solar. Kuota BBM bersubsidi ini diharapkan bisa normal kembali mengingat vitalnya bahan bakar tersebut.
Terpisah, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah Brasto Galih Nugroho mengatakan pasca pelonggaran PPKM, aktivitas masyarakat berangsur normal. Hal itu juga mengakibatkan permintaan BBM lebih tinggi.
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan langkah terkait meningkatnya demand BBM jenis solar. Salah satunya menambah pasokan solar di sejumlah SPBU yang memiliki permintaan solar tinggi. Pihaknya berharap antrean akibat kelangkaan solar di sejumlah daerah termasuk di Wonogiri bisa segera teratasi.
“Saat ini kita distribusi dan monitor terus. Masyarakat tak perlu panik dan mengisi BBM sesuai kebutuhannya,” kata Brasto. Aris