SLEMAN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Berlokasi di serambi Masjid Miftahul Jannah Padukuhan Krandon, Kalurahan Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, puluhan warga lintas strata, usia dan lintas jender, berkumpul untuk menggelar upacara tradisi Kenduri Rebo Wekasan, Selasa (5/10/2021) petang.
Dengan formasi duduk melingkar beralas tikar dan karpet, warga dengan khidmat mengikuti prosesi kenduri. Tadisi tersebut sudah berjalan sejak lama. Bahkan sejak sebelum masjid setempat berdiri tahun 1942. Sebelumnya, acara kenduri dilaksanakan di langgar atau musholla kecil. Dan entah kapan awal dilaksanakan tidak ada literatur yang pasti.
Ketua Desa Mandiri Budaya Wedomartani H.Mujiburokhman, S.Ag,MA yang jugavl turut hadir dalam acara kenduri mengungkapkan sejarah singkat Rebo Wekasan atau Rebo Pungkasan tersebut. Dikisahkan oleh seorang Ulama ahli Khasaf, yakni seorang ulama yang diberi kelebihan mengetahui hal-hal ghaib.
Bahwa pada setiap hari Rabu pada akhir Bulan Safar Allah menurunkan 320.000 jenis bencana, yang oleh karenanya untuk menolak bencana tersebut agar manusia melaksanakan shalat sunat 4 (empat) rakaat dan dengan bacaan serta doa tertentu. Disamping itu dianjurkan pula untuk banyak bersedekah, karena dengan sedekah diyakini dapat menjauhkan dari bencana.
“Sementara arti serta makna budaya dalam upacara kenduri Rebo Wekasan/Pungkasan adalah sebagai media masyarakat untuk bertemu, bergotong royong dengan saling mengasihi dan melaksanakan doa bersama,” terang Mujiburokhman, seperti dikutip AG Irawan dalam rilisnya ke Joglosemarnews.
Dengan terus mempertahankan dan melestarikan tradisi Rebo Wekasan, diharapkan setiap insan untuk terus saling mengasihi dan membiasakan melakukan doa secara bersama (berjamaah). Sehingga akan lebih dimudahkan terkabulnya hajat dan terhindarnya dari bencana.
Dalam gelaran tradisi Kenduri Rabo Wekasan tersebut, tersaji beragam makanan serta kudapan khas masyarakat lokal.. Bentuk sedekah yang disajikan antara lain, nasi dengan kelengkapan lauk pauknya. Ada pula jajanan pasar dan beraneka buah-buahan. Juga, ini yang khas, tradisi membagikan uang Rp.2.000 – Rp.5.000 an untuk anak-anak yang turut hadir dalam perhelatan tersebut.
Menghidupkan kembali tradisi leluhur di tengah hiruknya interaksi digital menjadi tantangan tersendiri bagi warga desa. Tentu ini butuh peran para pihak untuk terus merawat tradisi guna mencerdaskan generasi. Suhamdani