YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY mendesak Gubernur untuk mencabut Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022 yang penghitungannya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021.
Pasalnya, Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini telah memutuskan Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.
PP tersebut juga merupakan aturan turunan dari UU Cipta Kerja.
“Pascaadanya putusan MK tentang UU Ciptaker, Gubernur DIY, Sri Sultan HB X harus segera mencabut dan merevisi SK tentang UMP dan DIY 2022,” Kata Sekjen KSPSI DIY, Irsad Ade Irawan, Minggu (28/11/2021).
Irsyad juga mendesak Gubernur DIY untuk membatalkan segala macam kebijakan daerah yang berlandaskan UU Cipta Kerja maupun aturan turunannya.
Misalnya terkait penetapan upah, buruh kontrak (PKWT), alih daya, PHK pesangon, hubungan kerja, dan waktu istirahat.
Menurutnya, Pemda DIY harus menetapkan upah buruh sesuai dengan nilai Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Menurutnya, persentase kenaikan upah minimum yang tak lebih dari 5% tak bakal mampu mengurangi angka kemiskinan secara signifikan dan tak akan mempersempit jurang ketimpangan ekonomi yang menganga di DIY.
“Kenaikan upah yang hanya secuil itu merupakan bentuk ketidakpekaan terhadap kesulitan dan himpitan ekonomi buruh di tengah pandemi Covid-19,” bebernya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Kadarmanta Baskara Aji, menjelaskan, PP 36 Tahun 2021 tentang pengupahan masih efektif berjalan.
Hal ini karena dari putusan MK tertulis UU Cipta Kerja masih tetap berlaku secara konstitusional sampai dengan dilakukan perbaikan.
Karenanya, besaran UMP dan UMK di DIY tahun 2022 tak mengalami perubahan.
“Jadi saya memang sudah minta biro hukum membuat telaah keputusan MK, tetapi kalau sekilas saya memahami bahwa yang sudah berjalan kan tidak berpengaruh selama sampai dengan 2 tahun mendatang,” tandasnya.
Mengacu pada keputusan MK tersebut, Aji menyebut bahwa pemerintah dalam kurun waktu dua tahun diminta untuk segera merevisi UU Cipta Kerja.
Sepanjang rentan waktu itu pula pemerintah dilarang mengambil kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Hanya kita tidak boleh membuat regulasi yang strategis yang berpengaruh luas,” tuturnya.