SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ratusan perangkat desa dari berbagai kecamatan di Sragen yang tergabung dalam paguyuban perangkat desa (Praja) kembali menyuarakan penolakan rencana penarikan tanah bengkok jatah perangkat dan Kades.
Alasannya, penarikan bengkok untuk dilelang itu dinilai melanggar undang-undang dan merampas hak yang melekat pada jabatan perangkat.
Suara itu dilontarkan saat ratusan perangkat desa itu berkumpul untuk melakukan rapat koordinasi soal tanah bengkok di balai Desa Ketro, Tanon, Selasa (25/1/2022).
Ratusan perangkat desa itu hadir dari perwakilan di 19 kecamatan dan khusus kecamatan Tanon dihadiri mayoritas Perdes di 16 desa.
Ketua Praja Kabupaten Sragen, Sumanto mengatakan penolakan terhadap penarikan bengkok untuk dilelang, telah melanggar beberapa aturan.
Di antaranya UU No 6/2014 di mana di dalamnya tidak ada klausul yang mengatur tanah bengkok perangkat desa harus dilelang.
“Undang-undang itu tidak bisa dikalahkan oleh apapun. Apalagi hanya oleh Perbup dan Perda,” papar Sumanto mengawali paparan.
Sumanto kemudian menyampaikan aturan berikutnya adalah PP 47 Perubahan dari PP 43 juga jelas mengamanatkan bahwa bengkok tidak dilelang.
Lantas sejak diberlakukan UU 6/2014 sampai tahun 2022 tidak pernah ada evaluasi atau pelanggaran apapun terkait pengelolaan tanah bengkok.
Artinya, bahwa pengelolaan bengkok selama 8 tahun itu sudah benar dan tidak ada aturan yang dilanggar.
“Kalau salah mestinya perangkat desa dihukum semua. Tapi kan tidak. Delapan tahun tidak ada apa-apa sehingga artinya kita benar,” jelasnya.
Kemudian, Sumanto menyampaikan SK pengangkatan perangkat desa juga menyebut bahwa hasil pengelolaan bukan hasil pelelangan.
Atas dasar itulah, Sumanto menegaskan bahwa pengelolaan bengkok harus diperjuangkan agar tidak dilelang. Sebab hal itu sudah amanat UU dan menjadi harga diri serta kehormatan perangkat desa.
“Saya bicara keras ini dalam konteks menyelamatkan. Bahwa bengkok itu melekat di jabatan. Bengkok ini bukan masalah ekonomi saja. Tapi ini masalah harga diri, kehormatan, harkat martabat dan penghidupan kita. Contohnya di Kabupaten Demak. perbup jelas menyebut bengkok melekat di Jabatan, kalau Demak bisa kenapa Sragen tidak,” tandasnya. Wardoyo