TAPANULI TENGAH, JOGLOSEMARNEWS.COM – Riset dan ekskavasi Situs Bongal di Desa Jago jago Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah kembali dilanjutkan.
Riset dan ekskavasi Situs Bongal dilakukan Sultanate Institute dan BRIN Kantor Arkeologi Sumatera Utara. Situs ini dinamakan Situs Bongal karena berada di kawasan Bukit Bongal Desa Jago-jago Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah.
Melalui rilis yang juga diterima JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (16/2/2022), Situs Bongal adalah kawasan cagar budaya yang berlokasi di Desa Jago jago Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah. Situs ini diyakini merupakan pelabuhan bahkan “entreport” pelabuhan pelayaran internasional yang eksis pada abad 7-10 Masehi.
Kesimpulan ini diperkuat dengan beraneka ragam temuan pada ekskavasi tahun 2021 lalu dan sejumlah temuan masyarakat.
Temuan tersebut di antaranya berupa fragmen kayu kapal lengkap dengan tali ijuk yang mengikatnya, koin emas era Umayyah dan Abbasiyah, keramik Dinasti Tang, tembikar berglasir dari Nisaphur, botol-botol kaca Islam, Wadah kalam (alat tulis Islam), peralatan medis, sisir tenun, dan sejumlah temuan lainnya.
Situs ini sekaligus membuktikan bahwa Islam telah masuk pada abad 1 Hijriyah atau abad 7 Masehi. Sehingga situs ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan termasuk penyusunan historiografi Islam di Indonesia.
Ekskavasi lanjutan di Situs Bongal dimulai tanggal 14-28 Februari. Kegiatan ekskavasi ini melibatkan para peneliti dari Sultanate Institute, Kurator Museum Abad 1 Hijriyah, Mapesa, para peneliti BRIN Kantor Arkeologi Sumatera Utara dan Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Arkeometri BRIN, dan peneliti kehutanan dari BPSI Kuok KLHK.
Kegiatan ini dapat terselenggara berkat dukungan PT. Media Literasi Nesia serta Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah.
“Dari temuan temuan yang ada kita juga bisa mengetahui betapa majunya peradaban Islam pada masa itu sangat maju. Maka penyelamatan situs ini sangat penting, terutama untuk kepentingan edukasi masyarakat,” ujar Direktur PT Media Literasi Nesia, Abu Bakar Bamuzaham.
Direktur Sultanate Institute, Tori Nuariza mengungkapkan, selama ini pihaknya berupaya membantu riset Situs Bongal dengan menelusuri catatan penjelajah muslim dalam kitab-kitab Islam klasik. Menurutnya, cukup banyak catatan penjelajah muslim yang menyinggung pelayaran ke Samudera Hindia lengkap dengan nama kawasan serta komoditas unggulannya.
“Kami berkomitmen menyuguhkan berbagai referensi Islam klasik yang diperlukan dalam penelitian tentang situs Bongal. Misalnya sejumlah catatan ilmuwan muslim tentang Kota Fanshur dan Komoditas Kafur, ini cukup banyak kami temukan dalam kitab-kitab Islam klasik,” ujar Tori.
Kepala Riset dan Publikasi Ilmiah Sultanate Institute M. Faizurrahman menuturkan riset dan ekskavasi kali ini memiliki tiga tujuan. Pertama, melakukan pemetaan kawasan Bongal sesuai dengan konteks laporan para pelaut muslim yang tercatat dalam kitab-kitab Islam klasik seperti Ajaib Al-Hindi, Hudud Al-’Alam Min Al-Masyriq ila Al-Maghrib, Muruj Adz-Dzahab dan lain-lain.
Kedua, meneliti artefak-artefak aromatika yang ditemukan di situs ini. Hal ini dilakukan sebab pada kurun abad 7 hingga abad 13 masehi komoditas yang menjadi primadona dunia dari kawasan ini adalah kafur.
“Selain itu tujuan dari ekskavasi gabungan ini juga dalam rangka mencocokkan relevansi catatan-catatan Arab tentang Fansur dengan kondisi geografis dan temuan-temuan di situs ini, Situs Bongal,” ujar Izur.
Sementara itu, Ketua Tim Peneliti Arkeologi Situs Bongal Dr. Ery Soedewo berharap, dengan ekskavasi lanjutan ini pihaknya dapat memetakan dan mengetahui luas situs dari hulu hingga hilir. Sebagai awalan, ada 3 titik ekskavasi di situs Bongal, dan sampai akhir paling tidak akan menggali 6 titik.
Pihaknya juga akan melakukan penyelaman atau kegiatan arkeologi maritim di Teluk Pandan dan perairan dekat Pulau Bakar. Tujuannya untuk mengetahui moda transportasi yang digunakan pada era tersebut.
“Kita berharap mendapatkan data fresh seperti bangkai kapal lengkap dengan muatannya, sehingga dapat diketahui seperti apa moda transportasinya, dari mana berasal dan menuju ke mana,” ujar Peneliti Utama BRIN Kantor Arkeologi Sumatera Utara ini. Aris/rilis