SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Ketua Komisi IV DPR RI, Dedi Mulyadi tak dapat menyembunyikan kegeramannya mendengar keluhan soal kondisi petani yang kesulitan memenuhi kebutuhan pupuk bersubsidi di Sragen.
Legislator asal Purwakarta itu pun menyindir Menteri Pertanian yang saat rapat kabinet dengan DPR sering menyampaikan laporan bahwa persoalan pupuk bersubsidi aman dan barang tersedia.
Hal itu terungkap saat Dedi bersama rombongan anggota Komisi IV menggelar kunjungan ke pertanian untuk penanggulangan hama tikus di Desa Jambanan, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Sabtu (5/2/2022).
Selesai meninjau lahan yang sempat dipasangi setrum jebakan tikus, Dedi dan para anggota Komisi IV DPR RI menggelar pertemuan dan dialog dengan petani di balai desa Jambanan.
Saat sesi tanya jawab, mantan Bupati Purwakarta itu sempat memanggil salah satu petani bernama Didik Sunardi. Didik merupakan Ketua Gapoktan di Desa Jetak, Sidoharjo, Sragen.
Awalnya Dedi menanyakan berapa lahan yang digarap dan berapa produksi setiap panen. Didik pun menjawab dia punya 0,5 hektare lahan dan sekali panen bisa menghasilkan 5 ton padi dengan pola tanam jarwo 21 dan bibit organik.
“Gimana harga gabahnya!” tanya Dedi.
Pertanyaan itu kemudian dijawab oleh Didik dengan menyebut harga gabah saat ini biasa saja. Menurutnya harga gabah kering panen (GKP) saat musim tanam pertama di bawah Rp 4000 perkilogram.
“Gimana harga pupuk?” tanya Dedi lagi.
Mendengar pertanyaan itu, Didik melontarkan jawaban mengejutkan. Tanpa tedheng aling-aling ia pun langsung menjawab pertanyaan Dedi.
“Soal harga pupuk. Sudah nggak bisa ditanya lagi. Mahal sekali Pak. Pupuk subsidi murah harganya, tapi barangnya yang nggak ada,” jawab Didik.
Petani itu kemudian merinci kebutuhan dan jatah pupuk subsidi yang selama ini ia peroleh.
Seperti sudah hafal, ia menyebut kebutuhan pupuk kimia untuk satu hektare lahan sebenarnya 1 ton.
Namun kebutuhan itu hampir tak bisa dipenuhi karena minimnya jatah pupuk subsidi yang diperoleh dari pemerintah.
“Saat ini di MT 1 tahun 2022, satu hektare hanya dapat Urea 205 kg, NPK cuma 85 KG, ZA dan TSP sudah lama hilang. Organik hanya 214 kilogram. Padahal kebutuhan kami itu satu hektare 1 ton. Kalau tidak dipupuk lebih banyak produksi menurun. Lahannya kami sewa, kalau dikalkulasi setahun 1 hektare biayanya Rp 28 juta, kadang laku hanya Rp 24 sampai Rp 25 juta,” jelas Didik.
Mendengar jawaban itu, Dedi kemudian meminta Didik menyampaikan apa keinginan petani ke Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Suwandi yang kebetulan juga hadir di forum itu.
“Saya usul ditambah jumlah subsidi. Paling tidak setengah lah dari kebutuhan petani. Kadang yang kita dapat hanya 20 persen. Kalau nggak, ya dicabut subsidinya tapi harganya pasar saja nggak usah dinaikin. Harga beras dan gabah dinaikkan,” ucap Didik.
Mendengar curhatan Didik yang makin gamblang, Dedi langsung menyela. Ia lantas mempertegas soal keluhan petani yang selama ini ternyata kekurangan pupuk bersubsidi.
Seolah ingin menyindir, ia pun melontarkan hal yang kontradiktif dari Mentan saat rapat kabinet dengan DPR soal pupuk.
“Tuh kan, pupuk murah tapi barangnya gak ada. Gimana itu Pak Dirjen. Soalnya, kalau rapat-rapat kabinet dengan DPR RI, menterinya selalu bilang stok pupuk aman-aman, sudah tersedia,” ujar Dedi dengan nada agak tinggi.
Mendapat pertanyaan itu, Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Suwandi balik menjawab untuk persoalan pupuk bersubsidi, agar semua bisa memahami situasi Covid-19.
Kondisi pandemi dinilai banyak menghambat urusan pupuk, mulai dari distribusi yang antri, bahan baku hingga harga pupuk dunia yang melambung.
Ia balik mendebat bahwa kebutuhan 1 ton pupuk untuk lahan 1 hektare itu terlalu boros.
“Itu pemakaian yang nggak bener. Gunakan pupuk kimia yang tepat berimbang,” ujarnya. Wardoyo
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com