Beranda Daerah Sragen Tragedi Wadas Ingatkan Sejarah Waduk Kedung Ombo 37 Tahun Lalu

Tragedi Wadas Ingatkan Sejarah Waduk Kedung Ombo 37 Tahun Lalu

Ilustrasi | Petani Karamba di WKO Dukuh Boyolayar, Sumberlawang, Sragen. Foto/Wardoyo

JOGLOSEMARNEWS.COM Tragedi di Desa Wadas, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah terkait proyek bendungan mengingatkan  pada tragedi yang sama dengan sejarah pembangunan waduk Kedung Ombo 37 tahun lalu.

Waduk yang mulai didirikan pada 1985 dan resmi dioperasikan pada 8 Mei 1991 ini memiliki cakupan luas sekitar 6.576 hektar, waduk ini berada di perbatasan tiga kabupaten, diantaranya Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Boyolali.

Waduk Kedung Ombo berfungsi sebagai alat irigasi dan pembangkit listrik berkekuatan 22,5 megawatt ini menyimpan cerita pilu bagi warga yang rumah dan lahan pertaniannya harus tenggelam di dasar waduk.

Proyek bendungan yang memakan biaya 283,1 juta dolar AS dari pinjaman hutang Bank Dunia, bank luar negeri lain, dan anggaran APBN ini, awalnya menjanjikan kemudahan akses air bersih dan kesejahteraan bagi warganya.

Namun, waduk yang mampu menampung 723 juta meter kubik air tawar ini, ternyata sepenuhnya tidak memenuhi perjanjian yang ditawarkan.

Bahkan hingga lebih dari 30 tahun bendungan Kedung Ombo tersebut beroperasi, hingga kini masih ada masyarakat yang belum menikmati kesejahteraan akibat sumber pendapatan pertanian mereka hilang.

Baca Juga :  Warga Gondang Sragen Jadi Korban Tabrak Lari Dijalan Raya, Pemilik Mobil Diketahui Warga Mantingan Jawa Timur

Apalagi pembangunan waduk tersebut, harus menenggelamkan 37 desa di 7 kecamatan area termasuk lahan subur pertanian milik warga.

Karena itulah tidak semua warga menerima dengan ikhlas janji uang ganti rugi yang diberikan pemerintah saat itu, yang tidak sebanding dengan total harta kepemilikan dan sumber pendapatan mereka.

Bagi mereka yang menerima lahannya diganti rugi, proses ganti rugi juga berlangsung sangat lama.

Diketahui, hingga 2001 masih ada warga sekitar waduk Kedung Ombo yang menuntut ganti rugi yang adil dengan luas area lahan pertanian yang mereka korbankan.

Selain opsi ganti rugi, pemerintah juga menjanjikan jalan kesejahteraan lewat cara transmigrasi.

Namun, langkah transmigrasi ini bahkan lebih menyengsarakan warga, karena mereka harus ditempatkan di daerah yang terpencil tanpa akses fasilitas publik, serta jauh dari tanah kelahiran mereka.

Wajar dalam perjalanan proyek pembangunan waduk Kedung Ombo dianggap gagal mensejahterakan rakyat.

Sebab hingga bendungan ini diresmikan pada 1991 oleh Presiden Soeharto hingga saat ini, proyek yang menjanjikan kesejahteraan tersebut justru menjadi sumber penyebab kemiskinan ribuan masyarakat.

Publik memandang persoalan ganti rugi lahan kepada mereka yang terdampak selalu berujung ketidakadilan dan dipaksakan, layaknya masa traumatik saat pembangunan waduk Kedung Ombo.

Baca Juga :  Misteri Motor di Jembatan Jurug Terungkap, Ternyata Warga Sragen yang Terpeleset Setelah Antar Anak dan Istri

Aksi teror, intimidasi hingga represif kekerasan fisik dilakukan oleh pemerintah agar warga Wadas mau menerima pemindahan dan penyerahan aset untuk area bendungan.

Terlebih lagi pengerahan aparat keamanan, menahan puluhan warga Warga setempat seperti kepolisian untuk merespon penolakan warga dianggap sebagai bagian dari cara represif warisan dari pola pengamanan zaman Orde Baru.

Elisa Mifta

www.republika.co.id