SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kenaikan harga minyak goreng pasca pencabutan subsidi oleh pemerintah, memunculkan fenomena baru.
Bersamaan dengan kenaikan harga dari Rp 18.000 menjadi Rp 24.000 sampai Rp 25.000 per kemasan satu liter, stok minyak goreng di pasar dan toko modern mendadak bermunculan kembali dan melimpah ruah.
Padahal sebelumnya, minyak goreng mendadak hilang dari pasaran dan langka di toko-toko hingga swalayan.
“Hari ini, sudah banyak lagi. Di minimarket, swalayan, toko dan pasar sudah banyak. Tapi ya itu, harganya sudah ganti, bukan naik naik tapi ganti harga. Kemarin Rp 18.000, sekarang berubah jadi Rp 24.000 sampai Rp 25.000 per kemasan satu liter. Sudah nggak kuat mau beli minyak goreng kemasan,” ujar Dwi, salah satu warga di Mondokan, Sragen kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Senin (21/3/2022).
Pantauan JOGLOSEMARNEWS.COM , Harga minyak goreng kemasan di pasaran memang meroket hingga menembus Rp 25.000 untuk kemasan satu liter. Kemudian harga kemasan dengan isi 2 liter meroket menjadi Rp 48.000.
Harga itu naik sejak Kamis (17/3/2022) bersamaan dengan pengumuman pemerintah mencabut subsidi minyak goreng dan minyak goreng kemasan dibebaskan sesuai pasar.
“Sudah ganti harga semua. Hari ini tadi yang kemasan satu liter di pasar sudah Rp 24.000. Di toko desa dan penjual sayur Rp 25.000. Itu yang bermerek dan diiklankan di tivi. Yang merek biasa-biasa dan nggak terkenal juga sudah naik mendekati Rp 20.000. Makin mahal,” ujar Hidayat, salah satu pemilik kios di Taraman, Sidoharjo, Sragen kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Menyikapi hal itu, Kabid Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Kabupaten Sragen, R Widya Budi Muditha mengatakan sejak munculnya kebijakan pencabutan subsidi, harga minyak goreng memang mengalami kenaikan.
Untuk curah di harga Rp 14.000, namun untuk minyak goreng premium atau kemasan kenaikan disesuaikan dengan pasaran.
Daerah tidak memiliki kewenangan mengintervensi harga maupun pedagang lantaran itu kebijakan skala nasional. Kewajiban daerah hanya memantau dan mengevaluasi serta menjamin ketersediaan stok di pasaran.
‘Ketika kebijakan awal kita survei, informasi dari mitra dan sebagainya itu, barang baru proses menuju lokasi tapi ini sudah nampak di etalase. Dan kembali lagi sesuai harga pasar,” paparnya.
Widya menyampaikan kenaikan harga memang tak dipungkiri memicu keluhan dari masyarakat.
Namun masyarakat yang tidak kuat membeli minyak goreng kemasan atau premium, masih memiliki pilihan yakni minyak goreng curah.
“Keluhan ya pasti ada, tapi kan mereka ada alternatif minyak curah di pasar-pasar. Untuk minyak goreng kemasan, kita bisanya cuma mengevaluasi lagi stok di pasar, Mitra dan Luwes (swalayan). Kalau sudah tersedia ya berarti sudah aman. Kalau harga memang sesuai keekonomian. Kita nggak bisa mengintervensi,” tandasnya. Wardoyo