JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penetapan status tersangka untuk Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti, ternyata masih diperdebatkan secara regulatif.
Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No 43 tahun 2018, pengacara Fatia dan Haris Azhar, Nurkholis Hidayat menjelaskan,kliennya mestinya harus mendapatkan reward, dan bukan dijadikan tersangka atas laporan Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.
Menurut Nurkholis, orang yang mengungkap suatu kejahatan seharusnya diberi imbalan, bukan justru dipidana.
Adapun PP No. 43/2018 yang dirujuk tersebut, mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Pak Jokowi punya aturan mengeluarkan Perpres (maksudnya PP 43/2018, red), orang yang mengungkap skandal suatu kejahatan ekonomi, berhak untuk mendapatkan Rp 100 juta reward, bukan untuk dipenjara,” katanya di Polda Metro Jaya, Senin (21/3/2022) malam.
Nurkholis menyoroti proses penyelidikan yang menjerat kliennya. Menurut dia, salah alamat apabila Kepolisian memprioritaskan penyelidikan pencemaran nama baik, dibandingkan mengusut riset yang dipaparkan dalam rekaman video.
Padahal, Kepolisian mempunyai kesempatan untuk menggunakan otoritasnya dalam melakukan evaluasi terhadap penyidikannya.
“Polisi bisa menghentikan penyidikan ini demi hukum, dan juga bisa melakukan penyelidikan sebaliknya terhadap materi yang dilaporkan oleh Haris terkait dengan kejahatan ekonomi tadi,” ujar dia.
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar rampung menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Selasa (18/1/2022).
Dalam kasus ini, Nurkholis menyinggung surat edaran Kabareskrim Polri.
“Kita tahu, ada aturan surat edaran Kabareskrim sampai saat ini tidak pernah dicabut. Jika warga negara melakukan pelaporan suatu skandal ekonomi, korupsi, gratifikasi, maka itu harus didahulukan, diperiksa,” jelas dia. #liputan6