JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Kisah Rudi, Selamat Berkat Mukjizat, Tapi Trauma Berat dan Pilih Pensiun Dini dari Petani

Rudianto, petani asal Tangkil Sragen yang memutuskan pensiun dini akibat trauma setelah sempat kesetrum jebakan tikus yang membuatnya nyaris kehilangan nyawa. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Gerakan gropyokan tikus secara massal yang dilakukan Pemdes bersama Gapoktan dan aparat di Desa Tangkil, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, menyisakan cerita lain.

Cerita itu datang dari seorang pria bernama Rudianto (38). Meski tidak lagi menggarap sawah, pria itu mengaku ikut terjun memburu tikus bersama petani lain karena pernah punya pengalaman buruk dengan hama tikus.

Ya, Rudi mengaku nyaris kehilangan nyawanya setelah kesetrum jebakan tikus ketika dirinya masih menggarap sawah warisan istrinya di wilayah yang sama.

Namun berkat mukjizat, ia masih bisa selamat. Rasa trauma dengan hama tikus yang nyaris merenggut nyawanya itu membuatnya kini getol untuk ikut membasmi tikus.

Kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Rudi menuturkan hari kelam yang nyaris merenggut nyawanya itu.

“Waktu itu saya mau tanam padi. Nah pas mau ndaut persemaian, waktu itu ada waderannya (pematang), mau saya airi ternyata ada kawat yang dialiri setrum. Saya nggak tahu, terus tangan saya basah. Langsung seketika itu saya mental dan pingsan,” paparnya.

Sekitar satu menit, Rudi mengaku saat itu dirinya mati suri. Sebelum kemudian mukjizat itu hadir dan dia bisa siuman.

Seketika seusai siuman, dirinya berteriak minta tolong sekencang-kencangnya. Teriakannya membuat petani tetangga yang berada di dekat sawahnya berdatangan memberikan pertolongan.

Baca Juga :  Viral Mobil Rusak Usai Minum Dexlite di Sragen, SPBU: Bukan Abal-abal, Tapi Karena Terkontaminasi Air

“Lalu pada nolongi saya. Saat itu aya minta matikan dulu listriknya. Setelah aliran listrik dimatikan, baru saya ditolong. Alhamdulillah bisa selamat sampai sekarang,” tuturnya.

Salah satu petani di Tangkil, Sragen menunjukkan bangkai tikus yang ditangkap saat gropyokan. Foto/Wardoyo

Sejak saat itu, Rudi mengaku trauma berat dengan tikus dan sawah. Bahkan saking traumanya, ia akhirnya memilih pensiun dini dari petani.

Sawah jatah itu kemudian dipasrahkan ke orang yang ia percaya untuk menggarap. Sementara ia sendiri memilih menekuni kerjaan lain.

“Saya dulu nyopir lalu pulang. Di kampung ada bagian sawah sedikit lalu disuruh nggarap. Setelah ada musibah itu, saya pilih pasrah ke orang lain. Saya nyari kerjaan lain,” ujarnya.

Ia menceritakan hama tikus dalam beberapa tahun terakhir memang tidak sewajarnya. Jika sudah menyerang, banyak tanaman yang rusak dan hasilnya juga merosot banyak.

Akibat serangan hama tikus yang makin merajalela, tanaman banyak yang mengalami penurunan hasil.

“Yang bikin kesal itu, tikus makannya satu tempat ya situ- situ aja. Tanamannya sebenarnya nggak dimakan, modelnya hanya digigiti saja tapi nggak dimakan,” urainya.

Ia menyebut sejak adanya jalan Tol, hama tikus makin parah. Petani sampai kebingungan dan heran datangnya tikus yang jumlahnya seolah tak wajar.

Kegiatan gropyokan, sebenarnya sudah sering dilakukan petani secara swadaya. Bahkan gropyokan kadang dilakukan dari pagi sampai siang.

Baca Juga :  Terbaik, Bank Djoko Tingkir Sragen Tetap Konsisten Kembali Meraih Penghargaan TOP BUMD Tahun 2024 Golden Trophy

“Tapi kadang kurang maksimal. Sebenarnya paling maksimal pakai setrum itu tapi sekarang nggak boleh dan resiko terlalu tinggi. Saya sendiri juga sudah trauma,” tandas Rudi.

Tikus Makin Merajalela

Kades Tangkil, Suyono mengatakan gropyokan memang digencarkan lantaran dinilai paling efektif dan aman bagi petani. Gropyokan digelar dengan sarana emposan, linggis, api gas elpiji dan belerang selama sepekan lebih sampai seluruh areal terkover.

Menurutnya, gerakan gropyokan digencarkan lantaran penggunaan setrum tikus dinilai berbahaya dan sudah banyak merenggut nyawa di Sragen.

“Di Tangkil ini sudah ada dua kejadian kesetrum tikus. Satu orang meninggal di Cumpleng dan satunya beruntung masih bisa selamat. Kalau pakai setrum taruhannya memang nyawa” terang Kades.

Pemberantasan tikus dinilai mendesak lantaran dalam tiga tahun terakhir, serangan tikus sudah di luar batas kewajaran hingga membuat panen petani merosot.

Gropyokan digelar sebelum masa tanam. Dengan harapan ketika padi sudah ditanam maka bisa selamat dari serangan.

Selama ini pola serangan tikus lebih banyak menyerang ketika tanaman padi sudah mulai berkembang.

“Ini juga upaya untuk menjaga ketahanan pangan di desa kami. Kalau dibiarkan produksi pangan akan terus menurun karena tikus makin banyak,” jelasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com