SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sebanyak 18 Unit Pengelola Kegiatan (UPK) Dana Bergulir Masyarakat (DBM) di 18 kecamatan di Sragen akan berubah menjadi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bersama.
Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Sragen, Narko Nugroho mengatakan BUMDes Bersama itu akan berdiri menyusul adanya UU Cipta Kerja.
Belasan UPK DBM eks Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan itu saat ini dilaporkan sudah mengelola DBM mencapai lebih dari Rp 100 miliar.
“Turunnya PP 11 tahun 2021 tentang BUMDes terkait pendirian, pembubaran, pengurus, program dll. Lebih rinci DBM diatur dalam Pasal 73 PP 11 2021, dilanjutkan Surat Edaran (SE) Sekda,” paparnya kepada wartawan kemarin.
Lebih lanjut dijelaskan, sebenarnya jadwal tahapan proses pergantian UPK ke BUMDes Bersama itu ditargetkan selesai maksimal pada 1 Februari 2023 mendatang.
Transformasi menjadi keharusan dengan batas maksimal dipatok harus sudah dilaksanakan 1 Februari 2023.
Hal itulah yang membuatnya terus mendorong agar segera bertransformasi sehingga tidak kehabisan batas waktu.
“Dalam pendirian BUMDes Bersama itu harus ada penyertaan modal dari desa dan penyertaan modal dari masyarakat desa,” terang Narto.
BUMDes Bersama itu nantinya berbeda dengan BUMDes lain. Nilai penyertaan modal dari desa belum ada kesepakatan.
Sementara penyertaan modal masyarakat desa itu berasal dari aset DBM. Narko menyebut posisi DBM itu dikelola 18 UPK di 18 kecamatan di bawah Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) eks-PNPM Mandiri Pedesaan.
Nilai DBM itu sejak 2004 tercatat lebih dari Rp 100 miliar. Nilai DBM tertinggi berada di UPK Kecamatan Kalijambe senilai Rp 14 miliar.
Dia menerangkan rumahnya itu ada di BKAD dan pengelolaan dananya ada di UPK.
“Pemkab Sragen bertanggung jawab atas transformasi UPK ke BUMDes Bersama itu dan teknisnya diserahkan kepada DPMD dan Inspektorat,” jelasnya.
Sebelum transformasi dilakukan, nantinya Inspektorat kabupaten setempat akan melakukan review atas aset UPK tersebut dan data penerima manfaat atas DBM itu.
Dia mengatakan dengan penyertaan modal dari desa itu maka akan ada bagi hasil ke desa. Meskipun nilai bagi hasilnya belum ada kesepakatan, tetapi bagi hasil ke desa itu harus digunakan untuk pengentasan kemiskinan. Wardoyo