Beranda Daerah Sragen Konflik PKB Sragen Memanas, DPC Dinilai Langgar AD/ART Hasil Muktamar dan Tatib...

Konflik PKB Sragen Memanas, DPC Dinilai Langgar AD/ART Hasil Muktamar dan Tatib DPRD. Ini Deretan Potensi Pelanggarannya!

Surat usulan pergantian alat kelengkapan (Alkap) DPRD dari Fraksi PKB dan DPC yang menuai konflik dan penolakan lantaran dianggap melanggar sejumlah aturan. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Usulan pergantian atau rolling alat kelengkapan (Alkap) DPRD yang diajukan di tubuh fraksi PKB DPRD Sragen menuai polemik panas.

Tak terima bakal disingkirkan dan merasa ditelikung, Sekretaris Fraksi PKB, Hariyanto mengaku sudah menyiapkan rencana gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Ultimatum itu ia sampaikan menyusul surat usulan pergantian Alkap yang diajukan Fraksi PKB tanggal 20 Maret 2022 dan Surat DPC PKB tanggal 8 Maret 2022 ke DPRD.

Hariyanto mengaku tak gentar untuk memperjuangkan kebenaran lantaran surat dan usulan rolling itu dinilai telah melanggar sejumlah aturan.

Kepada wartawan, ia menyampaikan dari hasil kajiannya, banyak aturan yang dilanggar oleh DPC maupun Fraksi PKB terkait usulan pergantian Alkap. Namun secara prinsip, ada dua hal krusial yang telah dilanggar.

Pertama, ia menilai DPC tidak mematuhi AD/ART partai hasil Munas Muktamar tanggal 22-24 Agustus 2019 di Nusa Dua Bali.

Kedua, DPC dan Fraksi juga dianggap melanggar Tata Tertib DPRD Sragen No 1/2018.

Ia kemudian membeberkan DPC PKB telah melanggar pasal 23 pada AD/AT terkait susunan pengurus partai.

Menurutnya di jajaran PKB ada 2 dewan yaitu Dewan Syuro dan Dewan Tanfidz yang semua harus dilibatkan ketika membuat keputusan.

Kemudian di Pasal 24, Dewan Syuro adalah dewan penjaga garis- garis perjuangan partai sedangkan Dewan Tanfidz adalah dewan pelaksana dan dewan pengendali partai.

Sementara terkait pergantian Alkap dinilai tidak pernah ada rapat melibatkan dewan itu.

“Bahkan masih ada lagi dewan musytasar. Nah kemudian di PKB itu diatur ada rapat Pleno, rapat gabungan, rapat pengurus harian dan rapat lain yang di pandang perlu. Nah di situ rapat pleno ada ketua, wakil ketua dewan tanfidz maupun dewan syuro dan sekretaris. Sementara terkait pergantian di situ tidak ada rapat-rapat seperti itu. Ini kan jelas melanggar AD/ART,” jelasnya.

Baca Juga :  Gerakan Pembaharuan Sragen (GPS) Terbelah, Tokoh-Tokoh Senior Berbalik Mendukung Bowo-Suwardi di Pilkada Sragen 2024

Tak hanya DPC, fraksi juga dianggap telah melampaui kewenangan dan melanggar Tatib DPRD yang selama ini menjadi pedoman semua urusan kedewanan.

Hariyanto menyebut pelanggaran fraksi di antaranya surat dari fraksi hanya ditandatangani oleh ketua fraksi saja. Sedangkan dirinya sebagai sekretaris seakan dilewati dan tak pernah dimintai tandatangan.

Padahal sesuai Tatib di bab 10 pasal 120 menegaskan bahwa dalam hal menetapkan fraksi harus mempertimbangkan pengalaman, mempertimbangkan beban kerja dan kompetensi.

“Lha itu tidak ada ditetapkan alat, yang ditetapkan alat suara sesuai pemilu. Pemerataan nggak ada, Tatibnya sudah mengatur seperti itu,” jelasnya.

Lalu, di pasal 120 juga menegaskan pimpinan fraksi terdiri dari ketua dan sekretaris fraksi. Menurutnya dua unsur itu tidak bisa terpisahkan dan melekat.

Sementara pada surat usulan yang dibuat Fraksi PKB tertanggal 20 Maret 2022 hanya ditandatangani ketua tanpa melibatkan atau memberitahu sekretaris fraksi.

“Jadi saudara ketua fraksi juga sudah melanggar Tatib bab 10 ayat 121. Di fraksi juga tidak pernah ada rapat membahas itu. Maka dari itu kami memandang bahwa surat itu sudah salah esensi dan melanggar AD/ART di DPC, ditambah salah serta tidak sesuai Tatib di fraksi,” jelasnya.

Atas sejumlah fakta itu, Hariyanto berharap kepada pimpinan DPRD agar mempertimbangkan dan tidak membacakan surat PKB itu di Paripurna besok, Kamis (21/4/2022).

“Kami mohon pimpinan DPRD bisa mempertimbangkan. Jangan sampai nanti kami PTUN karena melanggar aturan-aturan yang ada baik AD/ART partai maupun Tatib,” jelasnya.

Sekretaris Fraksi PKB, Hariyanto (kiri) dan Ketua Fraksi PKB, Fathurrohman (kanan). Foto kolase/Wardoyo

Kewenangan Partai 

Sebelumnya, Ketua Fraksi PKB, Fathurrohman membenarkan memang surat masuk dari Fraksi soal rolling Alkap itu hanya ditandatangani dirinya sebagai ketua.

Menurutnya tidak ada tandatangannya sekretaris, karena situasi waktunya sudah mepet sementara Hariyanto saat ditunggu tak kunjung datang.

Namun ia memandang protes Hariyanto sebenarnya bukan soal tandatangan. Akan tetapi esensinya ditengarai yang bersangkutan tidak terima ketika hendak dirolling dari jabatannya sebagai Ketua Komisi.

Baca Juga :  Wulan Purnama Sari, Anggota DPRD Jateng, Ajak Generasi Muda Sragen Promosikan Budaya Jawa Lewat Media Sosial

Legislator yang akrab disapa Fathur itu menegaskan bahwa rapat soal rolling Alkap itu di internal partai dan bukan kewenangan fraksi.

Menurutnya, fraksi hanya kepanjangan tangan partai dan hanya menjalankan perintah partai untuk mengajukan surat dari DPC PKB terkait pergeseran anggota di komisi dan badan-badan.

“Jadi secara prinsip rapat itu bukan kewenangan internal partai. Fraksi hanya kepanjangan tangan DPC,” ujarnya.

Persoalan surat masuk yang tanpa tandatangan sekretaris, menurut Fathur sebenarnya tidak mengurangi esensi surat dan tetap sah.

Ia justru menilai protes Hariyanto itu sebenarnya didasari rasa tidak menerima keputusan partai akan tetapi berupaya merubah opini demi pembenaran diri.

Padahal jika ada hal yang kurang sependapat, masih bisa disampaikan baik-baik ke fraksi dan partai. Bukan di forum paripurna.

“Kalau Mas Hariyanto tidak sependapat ya laporan ke partai. Bukan ke fraksi. Kalau menyadari sebagai anggota DPRD berangkat dari partai ya harus tunduk kepada partai. Ini menyangkut jabatannya sebagai ketua komisi. Artinya nggak kersa (berkenan) kalau ketua komisi digeser, intinya itu aja. Sebenarnya dalam dinamika politik, pergeseran itu sudah biasa. Kalau menyikapinya seperti itu berarti kedewasaan berpolitiknya belum sampai sana,” tandasnya. Wardoyo