SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Profesi jasa penukaran uang baru biasanya sering kita jumpai saat bulan ramadhan mendekati Lebaran.
Bermodal kesabaran, para pelaku profesi musiman itu menawarkan jasa penukaran uang baru yang biasanya untuk angpao lebaran.
Meski terkesan santai, namun keuntungan yang mereka dapatkan ternyata cukup lumayan. Tapi jangan salah, mangkal di tepi jalan dengan memajang deretan uang baru, ternyata juga penuh risiko.
Seperti dikisahkan Valentino (23) pelaku jasa penukaran uang baru asal Solo.
Pria yang mangkal di depan BPR Djoko Tingkir Sragen itu mengaku profesi musiman itu ia jalani sudah hampir 6 tahun.
Sragen dipilih karena lokasinya strategis dan animo warga untuk menukar uang baru saat lebaran cukup tinggi.
Biasanya ia datang bersama beberapa rekan seprofesi dari Solo. Mereka menyebar di beberapa lokasi berbeda di sepanjang jalan protokol Sragen.
“Uang barunya dapat dari BI Solo tapi bukannya pakai ngantri dulu. Jasanya Rp 5.000 – Rp 6.000 per Rp 100.000. Saya di Sragen ini juga sudah ada langganan,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM kemarin.
Ia mengaku biasanya mulai mangkal pada pertengahan Ramadhan hingga Lebaran. Setiap hari ia mangkat mulai jam 08.00 WIB sampai 17.00 WIB.
Velantino menerangkan sejak pandemi, usaha musiman penukaran uang baru yang ia jalani memang mengalami penurunan.
Pada ramadhan dan Lebaran tahun ini, omzet penukaran uang baru yang ia dapat maksimal di kisaran Rp 10 juta perhari.
Sementara pada musim Lebaran sebelum pandemi, kadang pas ramai sehari bisa mencapai Rp 20 juta sampai Rp 30 juta.
“Ada perbedaan signifikan, sepi tahun ini, sejak ada Covid-19 penukaran uang jadi menurun. Du Ki u sehari bisa Rp 20 juta, kadang Rp 30 juta. Sekarang tembus Rp 20 juta saja susah,” urainya.
Ditanya suka dukanya sebagai pelaku jasa penukaran uang baru di jalan, Valentino menyebut sukanya kerja nyantai namun dapat uang.
Dukanya kadang juga nombok apabila situasi ramai dan ada penukar yang lupa belum memberi uang asli untuk tukaran.
“Kalau kriminal atau ditukar uang palsu belum pernah,” ujarnya.
Jasa penukaran uang lainnya Antok (36) warga Kadipiro RT 02, RW 29, Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo mengaku sudah 10 tahun menekuni pekerjaan tempat jasa penukaran uang baru di Sragen.
Dia melihat usahanya bakal lancar di Sragen meski cukup jauh dari rumah.
”Saya pilih Sragen karena masyarakat di sragen antusiasnya masih tinggi untuk penukaran uang baru, kedua ini jalur besar untuk mudik, banyak perantau baik dari jawa barat dan jawa tengah pulang ke kampung halaman ke jawa timur mampir kesini untuk tukar uang baru untuk di kampung,” ungkapnya.
Soal perhitungannya bagi masyarakat yang hendak menukarkan uang baru, setiap pecahan Rp 100.000, warga dikenakan potongan Rp 10.000. Dia sendiri sudah hampir sepekan di Sragen.
“Saya disini sudah beberapa hari ini, buka sejak pagi jam 08.00 WIB depan bank Djoko Tingkir dan tutup kalau sore jam 17.00,” terangnya.
Cerita lain datang dari Pariyo (44) Warga Kelurahan Kadipiro, Kecamatan Banjarsari, Solo yang juga sudah puluhan tahun menekuni profesi musiman tukar uang baru di wilayah Sragen.
Menurutnya jasa penukaran uang baru saat Lebaran memang cukup menjanjikan. Namun resiko yang harus dihadapi juga besar.
Dia menyampaikan tak jarang ada pengedar uang palsu mencoba mengelabui dan ingin memanfaatkan momen. Ada yang mencoba menukar uang palsu, ada yang sampai melakukan hipnotis.
”Beberapa teman pernah mendapatkan uang palsu dan dihipnotis dari orang tidak dikenal. Pernah saya dapat uang palsu, terus saya kembalikan kepada orang yang menukar tersebut,” jelasnya.
Dia mengaku pernah mendapat pengalaman di Gendam dua tahun terakhir di wilayah Sragen. Kejadian pada 2016 dan 2017 lalu.
”Seperti orang India, turun dari mobil tiga orang yang seolah olah mau tukar uang. Ada yang mengalihkan perhatian, saya tahu tapi tidak bisa bicara,” ujarnya. Wardoyo